Mohon tunggu...
Novia Syahidah Rais
Novia Syahidah Rais Mohon Tunggu... Manajer Marketing & Komunikasi -

Bukan soal siapa kita, tapi ini soal apa yang kita tulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menguak Riak Singkarak

6 Januari 2015   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:43 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haji Munif terdiam seperti bepikir keras. Dan beberapa saat kemudian ia menggeleng lemah. “Itu tidak mungkin, Datuk. Belanda saat ini sangat menggantungkan hidup mereka pada pajak.”

Datuk Pakih kini ikut terdiam untuk beberapa jenak. Ada keresahan membaur dalam kerutan keningnya yang juga sudah mulai menua. “Angku Haji…”

“Datuk ada usul lain?” tanya Haji Munif melihat keraguan membias di mata Datuk Pakih.

“Bukan usul, Angku Haji, tapi…” Datuk Pakih kembali menatap wajah Haji Munif dengan sirat keraguan yang masih terlihat jelas.

“Tidak usah ragu, Datuk. Apa yang ingin Datuk sampaikan?” tanya Haji Munif dengan raut tenang.

“Saya… saya mendengar dari seorang penduduk bahwa Demang Singkarak mendapat perintah dari atas untuk menyelidiki kenapa penduduk di daerah ini sangat enggan membayar pajak. Pihak pemerintah yakin ada yang menghasut penduduk. Dan…” Kalimat Datuk Pakih kembali menggantung ragu.

“Lanjutkan, Datuk!”

“Dan sepertinya Demang mencurigai Angku Haji.” Kepala Datuk Pakih tertunduk.

Haji Munif menatap sosok di hadapannya dengan nanar, sebelum akhirnya menghela napas panjang. “Lalu apa yang akan dilakukan Demang terhadap saya?”

“Dia akan mengutus seorang dubalang ke kampung ini dalam beberapa hari, Angku Haji.” Datuk Pakih seperti sulit mengangkat wajahnya untuk menatap Haji Munif. Ia tidak tega membayangkan orang serenta Haji Munif ditangkap dan digelandang ke penjara yang penuh derita.

“Datuk, perjalanan hidup seseorang telah tergaris sejak dari azalinya. Jika memang hidup saya harus berakhir dengan cara seperti ini, maka itulah yang terbaik buat saya. Karena pada hakikatnya kematian saya bukanlah di tangan orang-orang kafir itu, melainkan di atas perjuangan dan pembelaan saya terhadap prinsip-prinsip agama,” tegas Haji Munif mantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun