Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Cerpen: Cinta Pertama di Jalan Sabang

30 Desember 2023   21:06 Diperbarui: 24 April 2024   14:12 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(JP/Devina Heriyanto)

Tahun 1997, di usianya yang ke 14 tahun Ayola tercatat sebagai siswi kelas dua SMP yang memiliki kepribadian baik. Baik dalam artian luas adalah dirinya tidak pernah terlibat kenakalan remaja yang mungkin rentan dilakukan anak seusianya. Ayola menjalani hari-harinya dengan penuh tanggung jawab dalam tugasnya sebagai seorang anak di rumah dan perannya sebagai siswi di sekolah. Dia tidak suka neko-neko. Pulang sekolah langsung pulang dan pintar mengatur waktu, kapan dia harus mengerjakan PR, membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah dan kapan waktunya untuk bermain dengan teman-temannya.

Ayola memang gadis yang menarik, meski parasnya tak secantik artis di televisi tapi Ayola memiliki daya tarik tersendiri. Otaknya encer, tak sedikit guru di sekolah yang tampak menyayanginya. Ayola juga humoris, senang bercanda. Dirinya selalu dapat mencairkan suasana saat kumpul bersama teman-teman. Saat dirinya tak kelihatan, pasti ada saja temannya yang merasa kecewa.

Begitulah sekilas tentang latar belakang Ayola. Gadis berambut bob dengan kulit sawo matang, pagi itu begitu bersemangat memulai harinya. Bagaimana tidak, hari Sabtu adalah hari terakhir dalam satu minggu dirinya beraktivitas di sekolah. Dengan seragam pramuka, Ayola sudah siap berjalan kaki menuju sekolahnya yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya.

Hari itu Ayola juga iseng nyamperin sahabatnya, sekalian lewat dan siapa tau si Dion belum berangkat. Jadi, bisa berangkat sama-sama.

"Dion... Dion..."

"Hei Ayola, sini masuk. Duduk dulu! Dion lagi siap-siap."

Setelah mengiyakan ucapan mama Dion, Ayola mengambil posisi duduknya pada salah satu kursi teras sambil mengamati kegiatan mama Dion yang sedang merapikan susunan pot tanaman di sana. Tak lama, Dion yang ditunggu akhirnya muncul juga. Lantas Ayola bersama Dion bergegas pamit dan meninggalkan rumah Dion.

Meski tak sekelas namun keduanya sudah bersahabat sejak masih di kelas satu. Padahal dulu mereka juga tidak sekelas, tapi siswa-siswi angkatan tahun ini memang luar biasa kompaknya. Maka tak heran jika mereka saling mengenal satu sama lain meski tak pernah sekelas. Sosok Dion yang konyol memang sangat pas dipadukan dengan Ayola. Anak lelaki yang satu ini memang agak lain, senangnya main dengan anak-anak perempuan.

"Sore mau main ngga, Yol?"

"Hmm... mau sih. Kalau gue ngga kemana-mana, nanti gue samper deh."

"Okelah. Oh iya Yol, gue denger si Mucen anak 2C katanya demen sama lo."

"Hah? Mucen siapa, Yon?"

"Mucen, si Muka Centong. Masa lo ngga tau?"

"Hahaha... Oh, si Danang ya? Iya iya tau gue. Kenapa anak-anak jadi manggil dia Mucen sih?"

"Tau tuh, mirip centong nasi kali."

"Ada-ada saja. Tapi sebetulnya dia lumayan kok. Cakep juga."

"Terus kalau dia nembak, lo mau Yol?"

"Hahaha... kagak lah! Sekolah dulu yang bener."

Keduanya pun berpisah begitu sampai di koridor sekolah dan menuju kelasnya masing-masing.  Dimana Ayola masuk ke ruang kelas 2D dan Dion menuju ruang kelas 2A.

Hingga akhirnya matahari telah meninggi dengan sempurna. Siang telah tiba dan saatnya bel pulang sekolah dibunyikan.

"Itu bel sama adzan Zuhur balapan gitu." ucap Ayola sambil merapikan susunan buku dalam tas ranselnya.

"Yoi. Pak Ningrat ngga sabar banget bunyiin belnya." timpal Rani menyahuti ucapan teman sebangkunya itu.

"Hmm, pingin buru-buru malem mingguan dia."

Setelah ritual baca doa sebelum pulang dan memberi salam pada bu guru, siswa-siswi kelas 2D pun bubar mengekori langkah bu guru keluar kelas.

Menangkap kemunculan Ayola, Dion yang sedang berbincang dengan dua orang temannya, langsung melambaikan tangan ke arah Ayola.

"Yola! Lo dijemput tuh. Kakek lo nungguin di depan."

"Ah ngibul lo? Emang lo udah keluar dari tadi? Kok udah ke depan?"

"Ih beneran, tadi jam terakhir gue ngga ada guru. Gue ke depan duluan beli ini." jawab Dion sambil meninggikan plastik es orson di tangannya.

"Yah berarti nanti sore gue ngga jadi main Yon. Kalau ada kakek gue di rumah, masa gue tinggal main."

"Hmm, oke lah."

"Ayo, mau bareng ngga?"

"Ngga usah, entar gue jalan kaki saja."

"Beneran nih? Ya udah, gue duluan ya..."

Dion hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi kalimat sahabatnya itu. Lantas Ayola melangkah riang menuju halaman depan sekolahnya.

"Dion mana Yol?" tanya Pak Ningrat, penjaga sekolah berkumis tebal yang menyapa Ayola di sela langkahnya menuju keluar pagar sekolah.

"Masih di dalem, dia."

Dari mulai teman-teman, guru, penjaga kantin sampai penjaga sekolah pun tau betul Ayola dan Dion bersahabat. Sering terlihat bersama-sama. Dan semua orang juga tau kalau Dion itu agak lain, kalau dia laki-laki banget, pasti sudah dikira pacaran sama Ayola.

"Eyang kung! Wah, ada eyang uti juga. Halo mama! Halo tante!" sembari melongok ke dalam kijang hitam kakeknya, Ayola menyapa satu persatu mereka yang berada di dalam mobil.

"Ayo naik! Kita mau jalan-jalan." ucap sang kakek diiringi senyum semangatnya.

"Wah, serius?" tanya Ayola sambil mulai membuka pintu di belakang kursi jok yang sedari tadi diduduki kakeknya.

"Kita mau makan di Jalan Sabang." jawab mamanya ketika Ayola telah duduk di samping beliau.

"Asyik dong, banyak jajanan." ucap Ayola antusias.

Ayola memang sangat suka jalan-jalan. Maka itu dirinya sungguh menikmati perjalanan siang hari itu. Kedua matanya hanya memandang keluar jendela, mengamati setiap celah sudut kota yang terjangkau dalam pandangannya. Perjalanan dari sekolahnya di Jakarta Timur menuju Jalan Sabang di Jakarta Pusat adalah satu hal sederhana yang dapat membuat hatinya senang.

Akhirnya kijang hitam yang membawa mereka telah sampai di tujuan. Kakek Ayola memarkirkan kendaraannya di area parkir khusus pengunjung. Lantas mereka pun berjalan kaki santai bersama-sama menyusuri indahnya suasana siang hari di sepanjang jalan Sabang, yang menyuguhkan pemandangan barisan warung tenda serta rumah-rumah makan.

Mereka pun berbincang dan berdiskusi hendak makan siang di mana. Dengan kesepakatan bersama, pilihannya jatuh kepada kedai sate ayam, yang aroma satenya telah sukses menghipnotis indra penciuman semua orang dari jarak sekian meter.

Kini mereka telah duduk bersama. Di meja putih persegi panjang itu, Ayola melipat kedua tangannya menanti hadirnya pesanan makan siang mereka. Gadis itu memilih tidak bersuara, kedua matanya hanya tertuju pada gerobak sate ayam di sana. Sementara anggota keluarganya yang lain sibuk berbincang.

Pandangan gadis itu dipatahkan oleh kehadiran sosok lelaki muda yang tiba-tiba datang menghampirinya dari arah belakang kedai. Bagaimana tidak, lelaki berkulit putih bersih dengan kaos oblong abu-abu itu berhasil membuat Ayola terpana.

Ayola menelan ludah, tak berkedip menatap wajah elok lelaki yang diperkirakan berumur dua puluh tahunan itu. Seolah dunianya berhenti sesaat dan jam dinding berhenti berputar, degup dalam dadanya mendadak tak karuan. Ayola jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Silahkan Pak, Bu..." ucap lelaki itu tersenyum ramah sambil memindahkan gelas minuman itu satu persatu dari nampan yang dibawanya ke atas meja makan mereka.

Begitupun anggota keluarga Ayola yang balas mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu. Hingga Ayola tersadar sendiri dari lamunannya ketika lelaki itu berlalu pergi begitu saja.

"Kenapa Yol? Ganteng ya masnya?" tanya sang mama yang menyadari bahwa sedari tadi pandangan anak gadisnya itu tertuju pada lelaki itu.

"Hahaha, iya mah." jawabnya datar tanpa berani mendongak dan hanya menunduk mengaduk jus alpukatnya.

"Ini nih, yang mama bilang. Anak remaja seumuran kamu gini lagi genit-genitnya."

Ayola hanya terdiam tak menimpali kalimat mamanya, dia sedang bersiap menyantap satenya yang belum lama diantar oleh si ibu sate.

Setelah isi piringnya tandas, Ayola kembali mendapati lelaki tadi sedang duduk di dekat gerobak sate sambil berbincang dan sesekali tertawa dengan seorang bapak di dekatnya.

"Ya Tuhan, siapa ya namanya? Apa ini yang namanya jatuh cinta? Gue belum pernah ngerasain perasaan aneh kayak gini. Pingin banget kenalan sama dia. Tapi, gimana caranya ya? Ah, sudahlah!" batinnya mengaduh.

Ayola hanya dapat menelan sendiri rasa penasarannya akan sosok lelaki itu. Dalam perjalanan pulang, Ayola memilih untuk menyendiri. Duduk seorang diri di kursi jok paling belakang. Meski terus memandang ke arah jalan, namun kenyataan air mata telah menetes. Sungguh hatinya kalut dan ingin meronta. Ayola terus memikirkan lelaki tadi.

Empat tahun berlalu, Ayola tak pernah lagi merasakan hal yang serupa pada lelaki lain. Sungguh parah, Ayola belum bisa juga melupakan lelaki itu. Kini Ayola yang baru saja lulus SMA, telah mengumpulkan keberaniannya untuk kembali ke tempat itu. Namun sayang, Ayola terlambat. Dia tak kan pernah bisa bertemu lelaki itu lagi. Karena lelaki itu telah dipanggil Tuhannya setahun yang lalu.

"Ternyata, di dunia ini ada ya... cinta pertama yang sekonyol ini. Apa mungkin gue satu-satunya orang yang ngalamin hal bodoh kayak gini? Bahkan gue ngga kenal dia sebelumnya. Bisa-bisanya gue jatuh cinta sama orang yang baru satu kali gue temuin. Dan gue cuma bisa mikirin dia selama bertahun-tahun." gumam Ayola dalam derap langkahnya yang kian menjauh dari kedai sate ayam itu, tempat dirinya menemukan cinta pertama dalam hidup ini.

Bahkan baru beberapa menit yang lalu Ayola mengetahui nama lelaki itu, setelah dirinya berbincang dengan paman pemilik kedai. Budi namanya, lelaki yang selalu ada dalam memorinya. Ayola akan selalu mengenang hari itu, di kala dirinya dapat melihat senyum indah di wajah Budi meskipun takdir tak pernah mengizinkan Ayola untuk dapat sekedar berjabat tangan dengan Budi. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun