Aku melanjutkan langkahku yang terhenti kemudian bergegas menuju tenda pecel ayam yang letaknya dari seberang kedai kami, harus berjalan lagi ke arah kiri sekitar puluhan langkah. Aku masih memikirkan lelaki itu, kenapa tiba-tiba saja wajahnya yang sedang tertawa lepas itu terbayang lagi dalam kepalaku. Apa-apaan aku ini. Aku terkena sihir macam apa sebenarnya.
Bayangan akan wajah lelaki itu berakhir dan menghilang ketika aku menatap wajah Ibu penjual pecel ayam yang menanyakan padaku, "Mau pesen apa Mba?"
Setelah aku menenggak segelas teh manis hangat, rasanya pikiranku mulai tenang. Kini di hadapanku ada satu porsi pecel ayam lengkap dengan nasi dan lalapan segar yang siap ku santap. Saat aku hampir menyelesaikan makan soreku, terdengar suara lelaki yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telingaku.
Suara itu berasal dari belakangku, telinga sebelah kiri.
"Bu, pecel satu dibungkus ya."
"Ayam apa lele, Mas?" tanya si Ibu penjual.
"Ayam Bu."
Pemilik suara itu tak kunjung masuk ke dalam tenda, karena aku penasaran akhirnya aku menoleh ke arah sumber suara itu. Astaga.. Dia lagi, dia lagi.. Kenapa lelaki ini jadi selalu menghantuiku. Seolah sedang mengikuti kemana bayanganku pergi.
Ketika aku menoleh padanya, dia pun menyadarinya. Dia tahu aku sedang menoleh ke arahnya. Kami terjebak dalam situasi canggung ini. Aku menahan senyumku padanya, tidak disangka, dia melemparkan senyumnya padaku terlebih dulu seraya mengangguk kepadaku, dia pun menyapaku, "Mba, lagi istirahat?"
Setengah kaget aku menjawabnya agak terbata-bata, "Eh.. Iya Mas.. Sudah pulang kerja ya?" aduh.. aku malah jadi berbasa-basi juga padanya.
"Ya nih, Saya mau pulang. Tapi pesen pecel ayam dulu untuk makan malam." sekarang dia sudah masuk ke dalam kedai pecel ayam dan duduk di kursi panjang kayu yang berbeda dengan kursi panjang yang sedang ku duduki.