Jam menunjukkan pukul 17.00 WIB saat aku tiba di Sugar Cafe. Aku memang sengaja datang lebih awal sebelum Rendi datang. Supaya aku bisa mempersiapkan hati dan pikiranku. Semua untuk kemungkinan terburu.
Sore itu Sugar Cafe tampak lengang. Kuambil meja kosong di sudut ruangan yang bersebelahan dengan jendela kaca besar. Tak lama setelah aku duduk, Dave, pelayan cafe yang sudah kukenal menghampiriku , mencatat pesanan, dan berlalu. Sepuluh menit kemudian, Ia kembali membawa secangkir cappucino dan sepotong crosiant dengan aroma yang begitu menggoda.
Kuhirup perlahan cangkir kopi ku dan meminumnya perlahan.
"Hangat." Bisikku.
Menemukan cafe ini bagaikan menemukan rumah kedua bagiku. Selain tempatnya yang nyaman, makanan dan minuman di sini sangatlah lezat. Aku sering menghabiskan waktu di cafe ini, hanya untuk sekedar melepas penat setelah seharian bekerja. Di cafe ini terdapat tempat duduk yang menghadap ke atas persawahan, tempat favoritku. Karena dari sini aku bisa memandang senja dari balik jendela kaca besar sambil menikmati secangki cappucino.
Aku menyukai Senja. Aku suka melihat langit yang menjingga lalu berubah menjadi gelap. Bagiku senja itu indah. Senja itu menenangkan.
Aku ingat, setahun yang lalu, saat sedang asyik menikmati senja di Sugar Cafe, seorang pria berambut ikal sebahu dengan matanya yang teduh menghampiri mejaku.
"Boleh aku gabung? " Tanyanya.
"Silahkan!" Jawabku balas dengan senyuman.
"Kenalkan aku Rendi." Ucapnya seraya mengulurkan tangan, mengajak berkenalan.
"Kinan," Jawabku singkat.