Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlukah Generasi Z Paham Peristiwa G 30 S?

29 September 2024   17:04 Diperbarui: 29 September 2024   17:09 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Pancasila Sakti (sumber gambar: shutterstock)

Peristiwa kelam gerakan 30 September sudah berlalu 49 tahun yang lalu. Dulu saat zaman orde baru, setiap akhir bulan September berita tentang peristiwa G 30 S  ramai kembali dibicarakan. Media cetak ketika itu kembali menayangkan berita berita tentang kejadian berdarah terbunuhnya 6 jenderal pimpinan Angkatan Darat dan 1 perwira menengah.

Tanggal 1 Oktober dinyatakan sebagai hari kesaktian Pancasila, diadakan upacara resmi di Lubang Buaya. Presiden Soeharto ketika itu selalu hadir memimpin upacara tersebut. Bendera setengah tiang dikibarkan pada 30 september.

Yang paling saya ingat adalah pemutaran film Pengkhianatan G 30 S/PKI  pada malam 30 September di TVRI yang dimulai jam 19:00. Semua orang larut dengan peristiwa itu. Seakan akan tergambar lagi ucapan ucapan" Darah itu merah, Jenderal ' , saat adegan penyiksaan para penculik kepada 3 Jenderal yang masih hidup.

Walau hampir tiap tahun film yang berdurasi lebih dari 3,5 jam ini diputar, saya tak pernah absen untuk menontonnya kembali. Selain itu saya juga mencari informasi lain tentang peristiwa G 30 S dari berbagai buku, majalah, surat kabar. Setelah kekuasaan orde baru berakhir, informasi tentang G 30 S semakin beragam dan semakin terbuka.

Saya juga membaca buku dari sisi korban hingga pelaku sejarah. Buku Omar Dhani yang berjudul : Tuhan,pergunakan hati , pikiran dan tanganku  juga saya baca hingga tuntas. Buku ini cukup lengkap mengisahkan keadaan Halim Perdana Kusuma pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965 walau aslinya buku ini merupakan pledoi dalam sidang di Mahmilub.

Setelah saya membaca buku, majalah, literatur , tayangan video dan rekaman mahmilub tentu saya memiliki persepsi sendiri tentang G 30 S. Namun saya tidak akan menuliskan persepsi pribadi tapi saya ingin menuliskan sejarah kelam ini harus terus diinformasikan kepada generasi selanjutnya. Tidak boleh sejarah kelam ini dihilangkan atau dianggap sebuah kejadian 'biasa' yang tak perlu diperingati.

Fakta sejarah telah terjadi, peristiwa berdarah yang mengakibatkan ratusan ribu  korban tewas dan hilang selama 1965-1966, pasca pecah peristiwa G 30 S. Angka pasti berapa yang terbunuh dari orang yang terlibat dalam PKI, simpatisan atau orang yang tidak bersalah namun di sangkut pautkan dengan PKI jumlahnya diperkirakan antara 500.000 hingga 3 juta.

Peristiwa kelam ini terjadi karena akumulasi dan balas dendam terhadap sepak terjang PKI sebelum oktober 1965. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan wilayah paling banyak terjadi konflik berdarah dengan PKI. Di dua provinsi ini korban pembantaian tercatat paling banyak.

Melupakan Sejarah, Menekuk Peradaban

Bung Karno pernah berkata lantang , Jas Merah. Jangan sekali kali melupakan sejarah. Perkataan Bung Karno memang sesuatu yang benar. Sejarah merupakan catatan penting untuk melangkah kedepan. Bangsa yang dengan gampangnya melupakan sejarah akan menemui kegagalan mengelola masa depan. 

Sejarah memang bukan untuk membangkitkan luka lama, tapi meremajakan ingatan kita untuk memahami apa yang harus dilakukan selanjutnya. Beberapa bangsa didunia memiliki sejarah kelam penuh darah. 

Di Asia Tenggara kita mengenal Kamboja yang memiliki masa kelam saat Khmer merah berkuasa, jutaan orang tewas terbunuh karena perbedaan politik. Di Eropa, holocaust terjadi, antisemit ,pembantaian dengan menggunakan kamp penyiksaan menggunakan gas mematikan. Adolf Hitler dengan NAZInya menjadi tersangka utama. 

Jerman berupaya merawat ingatan sejarah dengan menetapkan tanggal 27 Januari sebagai hari holocaust internasional, hari dimana  Kamp konsentrasi Auschwitz dibebaskan pada 27 Januari 1945. Tidak sampai disitu Jerman menerbitkan Undang undang (UU) tentang pelarangan simbol simbol NAZI, SS dan swastika. termasuk pelarangan gaya penghormatan ala NAZI. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengingatkan bahaya dari NAZI baik berupa ideologi, gagasan , konsep hingga simbol simbol.

Bila Jerman begitu serius merawat ingatan sejarahnya Maka memang seharusnya pula Indonesia juga harus merawat sejarah  tragedi kelam G 30 S . Tugas mengingatkan kembali sejarah merupakan tugas semua elemen bangsa, terutama pemerintah, media, komunitas sejarah, institusi pendidikan, akademisi dan semua pihak termasuk seluruh warga negara.

Walaupun beberapa pihak menganggap ada pemanfaatan sejarah saat orde baru berkuasa. Beberapa misteri yang tidak terungkap, distorsi sejarah, pelabelan subversif dan kemungkinan pemalsuan data sejarah.

Namun secara kerangka besar dengan garis benang merah dan konstruksi sejarah, G 30 S adalah peristiwa sejarah kelam dan berdarah yang menimbulkan atau merembet hingga menjadi sebuah pembantaian , balas dendam yang menyeret orang yang tidak sepenuhnya salah bahkan orang yang dicap atau dilabeli ikut kena getahnya.

Pembantaian ini bisa terjadi karena spontan atau terjadi karena direkayasa tapi kenyataannya, banyak korban telah jatuh. Ribuan keluarga yang terlanjur dilabeli kehilangan masa depannya. Anak keturunan hingga cucu mendapatkan stigma negatif.

Ini yang tidak boleh terulang kembali. Pembantaian penuh darah ini tak bisa dilupakan begitu saja. Monumen ingatan massal tentang G 30 S harus terus dirawat. Jangan sampai generasi muda abai dan 'amnesia' sejarah.

Saya melihat peristiwa G 30 S dari  sisi kemanusian, sisi gelap tentang kebiadaban manusia yang menumpahkan darah karena ambisi berkuasa. 

Lalu Apa Hubungannya dengan Gen Z

Generasi Z lahir pasca tahun 2000 an, ia tentu cukup jauh dari peristiwa kelam 1965-1966. Namun mereka lahir pada zaman penuh informasi yang mudah diakses. Dimana teknologi bisa memudahkan Gen Z mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.

Gen Z walau mudah menjangkau informasi namun belum tentu sepenuhnya  tertarik dengan kisah sejarah. Apalagi yang tak berhubungan dengan kehidupan masa kini. Sesuatu yang out of date. Tak menarik, apalagi mereka juga lahir dari orangtua yang juga tidak mengalami langsung keadaan saat 1965-1966. 

Beruntungnya  Generasi X seperti saya masih mendapatkan informasi secara lisan tentang kehidupan sekitar tahun 1965-1966. Saya masih mendapat cerita langsung dari orang yang mengalami suasana 1965-1966. Bagaimana ekonomi yang sangat sulit, nilai uang yang tidak ada harganya karena hyper inflasi hingga 600%. Kemiskinan dimana mana, yang punya pekerjaan  hidup dalam keadaan  sulit bagaimana orang yang tidak memiliki pekerjaan.

Bahkan saya masih bertemu langsung dengan orang eks  PKI yang pernah mengalami penahanan di dalam lapas tapol. Sebagian mereka yang terbukti hanya ikut ikutan dibebaskan awal tahun 1970 an. 

Informasi yang saya miliki tentang peristiwa 1965-1966 mungkin jauh lebih original,  karena didapat dari orang orang yang mengalami langsung. Ibu saya bercerita bagaimana kakek saya yang seorang polisi aktif harus bekerja keras  menangkapi orang yang diduga anggota PKI. 

Menggunakan truk, orang yang diduga terlibat aktivitas PKI ini dibawa untuk diinterogasi di kantor tentara atau kantor polisi. Suasana saat itu mencekam karena tidak mau dikaitkan dengan komunis. Menurut ibu saya sebelum terjadi peristiwa G 30 S , orang orang PKI sangat aktif melakukan pawai, demo dan terlihat mencolok untuk menuntut hak atas kepemilikan tanah. 

Menurut Ayah saya, orang PKI juga aktif mendesak pembubaran ormas ormas atau partai politik lawan mereka. Tindakan mereka terlihat jelas dan mudah dikenali. Mungkin inilah juga yang membuat saat pecah G 30 S mereka mudah digulung dan ditangkap.

Onderbouw mereka seperti Sobsi, BTi, Pemuda Rakyat, Lekra , dan Gerwani menjadi sasaran langsung. Banyak dari mereka kata Ayah saya menghilang , entah kabur atau dihilangkan.

Informasi seperti ini tentu tidak didapatkan Gen Z apalagi Gen Alpha, maka penting memberikan informasi yang benar tentang sejarah kelam G 30 S. Tentu harapannya Gen Z tidak kehilangan ingatan sejarah, tidak terputus sehingga tidak ada pengulangan sejarah kelam terjadi dimasa depan.

Kita semua berharap tidak ada lagi sejarah kelam penuh darah. Pembantaian , pembunuhan yang mengerikan dan tidak bertanggung jawab. Termasuk memahamkan tidak ada dendam atau upaya balas dendam.

Tugas orang tua wajib menjelaskan peristiwa G 30 S.  Saya tidak tahu apakah sejarah kelam 1965-1966 juga diberikan di sekolah sama seperti saat orde baru berkuasa. Atau memang sejarah kelam itu sudah dilupakan dan dikubur dalam ingatan massal generasi muda. Beruntung masih ada Film , Museum atau nama nama pahlawan revolusi yang menjadi nama jalan. Walau memang pasca orde baru, gema peringatan G 30 S seakan semakin redup. Memang yang muncul adalah beberapa versi sejarah. Tapi bagi saya yang terpenting generasi penerus tidak melupakan sejarah, berusaha belajar dengan mencari informasi dari berbagai pandangan. tidak apriori dan bisa mengambil kesimpulan dengan bijak.

Sejarah sejatinya bukan teks yang diam tapi ia hidup dalam ingatan dan suatu hari ia mungkin muncul dengan baju yang berbeda. 

Salam  Melawan Lupa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun