Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Gula Selalu Menjadi Tersangka?

13 Juli 2024   17:36 Diperbarui: 14 Juli 2024   07:21 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Gula. (Shutterstock/Africa Studio)

Gula salah satu unsur nutrisi, masuk dalam kategori karbohidrat sederhana. Ia dinisbatkan dalam makronutrien utama sebagai pembangkit energi. rantai sederhananya membuat tubuh cepat memprosesnya menjadi energi.

Nasi, makanan pokok orang Indonesia juga diolah oleh tubuh menjadi glukosa. Nasi juga menjadi salah satu makanan yang menjadi sumber energi sekaligus menjadi tersangka penimbun Gula.

Lalu, nasi pun dikurangi. Malah ada yang sudah tak mau lagi bertemu nasi didalam piring makannya. Nasi menerima nasib tersisih karena ia menjadi salah satu penyebab naiknya angka diabetes.

Gula menjadi momok yang menyeramkan untuk manusia, Lebih menyeramkan dari pengaruh garam. Upaya menjadi sehat tanpa gula (baca: mengurangi gula) menjadi dogma umum. Tapi kenyataannya malah terbalik, ratusan makanan dan minuman dijual murah meriah mengandung gula dalam jumlah banyak.

Industri makanan sebagian besar menggunakan gula sebagai bahan yang menarik minat pembeli. Rasa manis memang menyenangkan, ia menjadi addict, kerinduan yang berlebihan terhadap gula.

Lihat saja, makanan teh murah meriah yang harganya antara Rp3000-Rp5000 menjamur, sebelumnya ada boba, lalu ada minuman kekinian yang mudah ditemui di sudut jalan, di kedai, di cafe, di mini market. Semuanya mengandung gula yang jumlah takarannya cukup untuk kebutuhan satu orang satu hari sekali minum.

Dalam saran kesehatan, tubuh hanya menerima gula 9 sendok teh setara 36 gram atau 150 kalori untuk laki laki dan wanita lebih sedikit lagi, 6 sendok teh setara 25 gram atau 100 kalori. (rekomendasi dari American Heart Association (AHA).

Gula memang jenis bahan makanan yang disukai tua muda, laki laki dan perempuan. Semua orang suka akan gula. Bahkan ada sebagian orang yang hidupnya tersiksa bila tidak makan dan minuman manis.

ilustrasi Gula (sumber gambar : Bing Creator AI)
ilustrasi Gula (sumber gambar : Bing Creator AI)

Label Gula di Kemasan Apakah Efektif?

Karena angka diabetes melonjak terus, penyakit yang disangkakan karena mengkonsumsi gula secara arogan dan berlebihan. Maka perlu mengawasi jumlah gula yang akan dikonsumsi.

Padahal masih banyak orang di Indonesia kekurangan protein, tapi kelebihan karbohidrat termasuk gula. Makanan yang tidak bergizi dan tidak seimbang, karena lebih banyak tepung, penyedap MSG, pewarna makanan, lalu pemanis tambahan yang tidak direkomendasikan kesehatan.

Label untuk industri makanan mungkin akan diikuti oleh pabrikan besar. Untuk memenuhi legalitas usaha. Lalu bagaimana dengan makanan UMKM, makanan produksi rumahan , perlukah juga mencantumkan label kadar gula.

Standar pengujian apa yang akan digunakan? Siapa yang akan menguji, memberikan label dan memastikan label gula yang tertera benar. Termasuk memastikan bahan baku gula sudah terverifikasi sebagai gula yang sesuai dengan kesehatan.

Kalau pelabelan gula hanya bersifat normatif, hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Yang penting ada label. Ya, cukup mengkhawatirkan. Tak berefek apa apa..

Salah Gula atau Salah Manusianya?

Seperti judul artikel ini, mengapa gula menjadi tersangka? Kalau mau jujur, apakah benar gula yang bersalah? Sama ketika saya ikut dalam menangani pasca bencana gempa. Kerusakan bangunan seringkali ditimpakan kepada guncangan gempa. Padahal?

Maaf kembali ke tema...

Apakah gula sebagai pencetus penyakit? Atau apakah gula sebagai aktor utama dari naiknya angka penderita diabetes, obesitas? Ternyata dalam riset, gula hanya menjadi salah satu bagian pencetus diabetes tipe 2. Faktor genetik, gaya hidup, kurangnya aktivitas olahraga, stress , kebiasaan merokok dan kurang tidur menjadi faktor risiko yang wajib diwaspadai.

Kebiasaan makan dan minum, ngemil, jajan, hangout yang membuat asupan gizi ke dalam tubuh jadi tidak seimbang. Kebiasaan asal makan yang penting enak dan kenyang, sembarangan dan sembrono merupakan ujung dan pangkal tubuh mengalami ketidaknormalan yang akibatnya fungsi tubuh berjalan tidak sesuai dengan tupoksi.

Ginjal, pankreas, jantung, paru-paru, hati, aliran darah mengalami kesulitan dan akhirnya bekerja tidak normal. lalu kita menamakan penyakit. kalau dirunut, kesalahan terbesar kembali kepada manusianya.

Cerdas dan bijak dalam memilih makan dan minum. Perhatikan jumlahnya, perhatikan kandungannya, perhatikan gizinya, perhatikan kebersihannya. Jangan hanya fokus karena enak, populer, viral atau harganya murah. 

Label kandungan gula memang perlu, saya secara pribadi setuju. Walau dalam kenyataannya, label peringatan bahaya merokok dan juga disertakan gambar yang menyeramkan tetap tidak menghentikan para perokok.

Kandungan gula dalam label dengan diberi warna khusus sebagai atensi kepada masyarakat agar menghitung berapa jumlah gula yang ditolerir masuk dalam tubuh. Perlu edukasi kepada masyarakat untuk menghitung asupan gula.

Siapkan perhitungan yang mudah untuk mengetahui berapa jumlah gula yang boleh dikonsumsi dalam satu hari, bagus bila dibuatkan aplikasi pengukur jumlah gula menggunakan ponsel pintar.

Dan untuk badan pengawas obat dan makanan (BPOM) lebih selektif lagi memberikan izin kepada industri makanan yang menyertakan bahan bahan yang menjadi pencetus penyakit. baik pemanis, pengawet, pewarna.

Hidup Hanya Sekali, Perhatikan Label Makanan

Label bahan baku, kandungan gizi, masa kedaluwarsa, kehalalan, hingga manfaat dan kegunaan dari makanan dan minuman harus ditampilkan di kemasan. Tulisannya kecil-kecil kadang sulit untuk dibaca.

Sebagai pembeli atau pengkonsumsi tidak semua menyimak dan membaca. Sering hanya melihat tanggal kedaluwarsa. Langsung dikonsumsi, setelah itu habis.

Melihat dan menyimak label kemasan itu perlu dan wajib. Sebagai konsumen yang cerdas dan bijak, label yang ditampilkan merupakan informasi yang harus dipahami. Produsen membuat label kemasan merupakan bagian dari tanggung jawab kesehatan dan kepuasan pelanggan.

Didalam kemasan tertera informasi sebagai acuan berapa banyak secara gramasi, mililiter yang boleh dikonsumsi. kelebihan bisa membuat tubuh manusia kesulitan dalam mengolah makanan. Termasuk gula yang berpotensi pencetus beberapa penyakit dalam tubuh manusia.

Produsen makanan dan minuman tidak boleh berbuat curang, berbohong dalam penyampaian informasi dalam kemasan. Apa yang disampaikan harus sesuai dengan kandungan makanan dan minuman. Tentu ini ranah institusi yang berwenang untuk menguji kebenaran informasi dalam kemasan.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting, Semua pihak wajib mewujudkannya. Sehat itu Bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun