Gula salah satu unsur nutrisi, masuk dalam kategori karbohidrat sederhana. Ia dinisbatkan dalam makronutrien utama sebagai pembangkit energi. rantai sederhananya membuat tubuh cepat memprosesnya menjadi energi.
Nasi, makanan pokok orang Indonesia juga diolah oleh tubuh menjadi glukosa. Nasi juga menjadi salah satu makanan yang menjadi sumber energi sekaligus menjadi tersangka penimbun Gula.
Lalu, nasi pun dikurangi. Malah ada yang sudah tak mau lagi bertemu nasi didalam piring makannya. Nasi menerima nasib tersisih karena ia menjadi salah satu penyebab naiknya angka diabetes.
Gula menjadi momok yang menyeramkan untuk manusia, Lebih menyeramkan dari pengaruh garam. Upaya menjadi sehat tanpa gula (baca: mengurangi gula) menjadi dogma umum. Tapi kenyataannya malah terbalik, ratusan makanan dan minuman dijual murah meriah mengandung gula dalam jumlah banyak.
Industri makanan sebagian besar menggunakan gula sebagai bahan yang menarik minat pembeli. Rasa manis memang menyenangkan, ia menjadi addict, kerinduan yang berlebihan terhadap gula.
Lihat saja, makanan teh murah meriah yang harganya antara Rp3000-Rp5000 menjamur, sebelumnya ada boba, lalu ada minuman kekinian yang mudah ditemui di sudut jalan, di kedai, di cafe, di mini market. Semuanya mengandung gula yang jumlah takarannya cukup untuk kebutuhan satu orang satu hari sekali minum.
Dalam saran kesehatan, tubuh hanya menerima gula 9 sendok teh setara 36 gram atau 150 kalori untuk laki laki dan wanita lebih sedikit lagi, 6 sendok teh setara 25 gram atau 100 kalori. (rekomendasi dari American Heart Association (AHA).
Gula memang jenis bahan makanan yang disukai tua muda, laki laki dan perempuan. Semua orang suka akan gula. Bahkan ada sebagian orang yang hidupnya tersiksa bila tidak makan dan minuman manis.
Label Gula di Kemasan Apakah Efektif?
Karena angka diabetes melonjak terus, penyakit yang disangkakan karena mengkonsumsi gula secara arogan dan berlebihan. Maka perlu mengawasi jumlah gula yang akan dikonsumsi.