Padahal masih banyak orang di Indonesia kekurangan protein, tapi kelebihan karbohidrat termasuk gula. Makanan yang tidak bergizi dan tidak seimbang, karena lebih banyak tepung, penyedap MSG, pewarna makanan, lalu pemanis tambahan yang tidak direkomendasikan kesehatan.
Label untuk industri makanan mungkin akan diikuti oleh pabrikan besar. Untuk memenuhi legalitas usaha. Lalu bagaimana dengan makanan UMKM, makanan produksi rumahan , perlukah juga mencantumkan label kadar gula.
Standar pengujian apa yang akan digunakan? Siapa yang akan menguji, memberikan label dan memastikan label gula yang tertera benar. Termasuk memastikan bahan baku gula sudah terverifikasi sebagai gula yang sesuai dengan kesehatan.
Kalau pelabelan gula hanya bersifat normatif, hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Yang penting ada label. Ya, cukup mengkhawatirkan. Tak berefek apa apa..
Salah Gula atau Salah Manusianya?
Seperti judul artikel ini, mengapa gula menjadi tersangka? Kalau mau jujur, apakah benar gula yang bersalah? Sama ketika saya ikut dalam menangani pasca bencana gempa. Kerusakan bangunan seringkali ditimpakan kepada guncangan gempa. Padahal?
Maaf kembali ke tema...
Apakah gula sebagai pencetus penyakit? Atau apakah gula sebagai aktor utama dari naiknya angka penderita diabetes, obesitas? Ternyata dalam riset, gula hanya menjadi salah satu bagian pencetus diabetes tipe 2. Faktor genetik, gaya hidup, kurangnya aktivitas olahraga, stress , kebiasaan merokok dan kurang tidur menjadi faktor risiko yang wajib diwaspadai.
Kebiasaan makan dan minum, ngemil, jajan, hangout yang membuat asupan gizi ke dalam tubuh jadi tidak seimbang. Kebiasaan asal makan yang penting enak dan kenyang, sembarangan dan sembrono merupakan ujung dan pangkal tubuh mengalami ketidaknormalan yang akibatnya fungsi tubuh berjalan tidak sesuai dengan tupoksi.
Ginjal, pankreas, jantung, paru-paru, hati, aliran darah mengalami kesulitan dan akhirnya bekerja tidak normal. lalu kita menamakan penyakit. kalau dirunut, kesalahan terbesar kembali kepada manusianya.
Cerdas dan bijak dalam memilih makan dan minum. Perhatikan jumlahnya, perhatikan kandungannya, perhatikan gizinya, perhatikan kebersihannya. Jangan hanya fokus karena enak, populer, viral atau harganya murah.Â
Label kandungan gula memang perlu, saya secara pribadi setuju. Walau dalam kenyataannya, label peringatan bahaya merokok dan juga disertakan gambar yang menyeramkan tetap tidak menghentikan para perokok.