Kelima, kolaborasi dengan berbagai pihak terutama dalam mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan, kesehatan, pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun model 'Hexahelic', mulai dari; community, government, mass media, law and regulation, academic-education dan industrial-business, merupakan model kolaborasi dengan pembagian peran yang setara, ngga berdampak lebih positif pada penerima manfaat.
Pengalaman menarik adalah saat melakukan pengelolaan lingkungan dengan mengaitkan pada bidang pendidikan konservasi anak, penataan lahan pekarangan dengan pola pertanian ramah lingkungan melalui Farmer Field Schools (FFS) program dengan melibatkan sistem partnerships dengan pemerintah daerah kabupaten, kecamatan hingga desa dan program YESS Kementrian Pertanian RI.Â
Agriculture Go and Act Now (AGAN) menjadi jargon yang dipilih berdasarkan literasi dan praktek serta learning dari masyarakat khususnya kelompok tani dari berbagai area yang terdekat dengan tambang.
Model penataan ini mulai dari menghidupkan pekarangan rumah, lahan pertanian kosong, halaman sekolah melalui edukasi lingkungan dan sistem pertanian ramah lingkungan mulai dari bagaimana mengolah dan menggunakan pupuk organik, mengurangi keasaman tanah, budidaya tanaman, bahkan menjadikan tanah lebih produktif dengan bibit yang kita supportkan.Â
Dari inisiasi ini muncullah berbagai catatan menarim mulai dari keuntungan mengolah lahan dengan menanam sayuran menghasilkan dan diterima pasar, seperti terong, kangkung, kacang panjjang, cabai, hingga padi sebagai pembangun ketahanan pangan di provinsi Kalimantan Selatan.
Kurikulum perubahan iklim menjadi perpaduan bagaimana kemudian petani belajar mitigasi perubahan iklim dengan peibatan aktif, dengan kearifan lokal, mulai dari bagaimana mengendalikan hama dengan pola tanam secara tidak serempak, variasi tanaman, mengenali jenis hama yang muncul dari adanya dampak perubahan iklim. Sehingga petani kali ini lebih bisa mengantisipasi kegagalan panen, varietas tanaman yang tahan hama, tahan terhadap cuaca ekstrem dengan pola kontrol yang tersinergi antara Balai Penyuluh Pertanian (BPP) kecamatan, Dinas Pertanian Kabupaten, Perusahaan, Program Officer YESS Kementan RI hingga akademisi yang terlibat secara kolaboratif.
Mengapa harus radical adaptation?
Jawabannya adalah cuaca ekstrem yang pada dasarnya terjadi karena dampak perubahan iklim global tak bisa lagi untuk menunggu untuk diatasi.
Karenanya kelima langkah di atas harus dilakukan secara kolaboratif, saling menjahit bagian-bagian peran, membangun intimate dengan masyarakat sekitar. Karena cuaca ekstrem tak bisa kita atasi sendiri.
Akan tetapi, niat kita harus bangun bersama secara 'radikal' atau serius untuk melakukan 'adaptasi' terhadap perubahan iklim sehingga resiliensi akan terbangun, khususnya dalam tata kelola di industri pertambangan. Sehingga (kembali pada film Moana) jantung 'Te Fiti' akan kembali dengan keseimbangan alam yang setara dengan kebutuhan manusia dan tetap responsible and sustainable untuk generasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H