Badal dapat menyebabkan permusuhan darah yang bisa bertahan bergenerasi dan melibatkan seluruh suku dengan hilangnya ratusan nyawa.
Tradisi Pasthunwali Nyaw aw Badal alias keadilan dan balas dendam menjadi faktor utama seringnya terjadi perang di antara suku Pusthun. Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dalam buku Winston Churchill: My Early Life mengatakan bahwa suku-suku Pusthun selalu terlibat dalam perang pribadi atau pun perang publik. Setiap orang suku Pusthun adalah prajurit, politikus dan juga ulama. Setiap rumah besar adalah benteng feodal nyata. Setiap keluarga memupuk dendamnya. Setiap klan terlibat dalam perseteruan yang tidak ada akan pernah dilupakan. Sangat sedikit utang yang tersisa yang belum terbayarkan.
Tradisi berperang yang ada di suku Pusthun inilah yang kemudian melahirkan istilah ‘jihad’ untuk segala perang yang mereka lakukan.
Istilah ‘jihad’ yang diartikan perang pun digunakan ketika terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Sipahi, unit kavaleri militer Kesultanan Utsmaniyah Turki, terhadap tentara pendudukan Inggris di British India pada tahun 1857. Berbeda dengan perjuangan yang dilakukan Sayyid Ahmad Barelwi, pemberontakan yang dilakukan Sipahi dilatarbelakangi politik untuk menjadi penguasa dengan cara mengusir tentara Inggris.
Pemberontakan ini diawali oleh sikap protes Sipahi atas kebijakan pasukan Inggris yang menggunakan Cartridge (peluru) yang dilapisi lemak babi untuk senjata-senjata yang mereka gunakan. Cartridge ini harus digigit terlebih dahulu sebelum dimasukan ke selongsong senjata. Bagi Sipahi, yang notabene beragama Islam, penggunaan peluru tersebut dimaknai sebagai tindakan pelecehan. Walaupun tuduhan penggunaan lemak babi itu telah dibantah oleh militer Inggris, namun protes ini membesar dan kemudian menjadi sebuah gerakan pemberontakan terhadap pemerintah British India yang dikenal dengan The India Mutiny 1857. Sebagaian ulama kemudian menyebut aksi pemberontakan ini sebagai ‘jihad’ dan para anggota Sipahi yang memberontak itu disebutnya sebagai Ghazi, sebutan bagi veteran perang Islam yang pernah melakukan ekspedisi militer.
Penggunaan kata ‘jihad’ untuk sebuah pemberontakan atau pun perlawanan terhadap pemerintah berkuasa, sebelumnya tidak pernah digunakan oleh orang-orang Islam masa lalu. Orang-orang Islam di masa lalu menyebut perang dengan sebutan harbatau حرب .
Kawasan Asia Selatan merupakan tanah kelahiran dan basis suku Pusthun dan juga agama Hindu di masa lalu. Asimilasi antara pengaruh agama Hindu ke dalam kehidupan suku Pusthun pasti telah terjadi. Begitu pula ketika Islam mulai dipeluk oleh orang-orang Pusthun, maka pengaruhnya mulai mewarnai kehidupan mereka. Jadi antara ajaran Hindu di masa lalu, agama Islam dan tradisi Pasthunwali telah mewarnai pola hidup dan kehidupan suku Pusthun. Al hasil, jika disebut telah terjadi penyimpangan arti kata ‘jihad’ yang berarti ‘kerja keras’ menjadi ‘perang’ itu terbukti benar adanya.
Kekacauan Politik di Afghanistan Penyebab Berkembangnya Paham Jihad yang Bukan ‘Jihad’
Kondisi perpolitikan Afghanistan sangat kacau paska dikudetanya raja terakhir Kerajaan Afghanistan Muhammad Zahir Shah, yang berasal dari suku Pusthun ‘Barakzai’, oleh keponakannya sendiri yang bernama Muhammad Daud Khan, pada tanggal 17 Juli 1973.
Muhammad Daud Khan mengkudeta pamannya sendiri dengan alasan bahwa di bawah kepemimpinan Raja Zahir Shah kondisi ekonomi dan sosial Afghanistan semakin miskin. Dengan berharap kondisi Afghanistan menjadi lebih baik, ia kemudian mengganti sistem negara yang awalnya monarki menjadi republik.
Dalam menjalankan kekuasaannya, Daud Khan melakukan tindakan represif terhadap saingan politiknya, Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan yang berhaluan komunis. Di masa-masa itu, banyak anggota Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan terbunuh, salah satunya adalah Mir Akbar Khyber, seorang tokoh terkemuka partai Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan yang juga anggota terhormat dari suku Pusthun Khybar. Kematian Mir Akbar Khyber memicu maraknya demo anti-Presiden Daud di kota Kabul, yang kemudian malah memicu penangkapan besar-besaran terhadap tokoh Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan.