Mohon tunggu...
Noviana Rahmadani
Noviana Rahmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Jakarta dan Bandung Tidak akan Ada Kata Kita

7 November 2023   22:07 Diperbarui: 7 November 2023   22:30 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat ini, pukul 12.00 siang matahari enggan menampakkan dirinya. Genangan memenuhi seisi jalanan di kota Bandung. Pedagang kaki lima terlihat terburu-buru melipir agar tidak terkena derasnya air hujan. Di sisi lain, dari arah barat terdapat gadis dengan setelan rapinya tengah kesulitan membuka payung yang ia bawa.

Tak lama dari situ, seorang pria dengan hoodie berwarna hitam segera menghampiri gadis tersebut dan menawarkan untuk memakai payung berdua bersamanya.

"Mbak sini ikut sama gue aja," Tawarnya .

Sontak gadis itu pun terkejut, ia menolak mentah-mentah tawaran laki-laki tersebut. Bagaimana tidak? Dari pakaian yang dikenakan pria itu saja sudah membuat isi kepala gadis itu penuh dengan kecurigaan.

Menyadari adanya keraguan, laki-laki dengan payung transparannnya berupaya untuk meyakinkan

"Gue cuma niat bantu. Gue bukan orang jahat, lo ga usah khawatir. Buruan hujannya makin deras dan lo basah kuyup."

Gadis itu pun menyadari bahwa saat ini keadaanya sangat basah kuyup karena ia terlalu fokus dengan payung rusaknya. Tak pikir panjang akhirnya gadis itu menerima tawarannnya.

"Makasih kak."

"Sama-sama. Btw ga perlu pake kak, kayanya kita seumuran deh."

"Oh iya nama gue Arga."  Ucap laki-laki itu sembari mengulurkan tangan dan memberikan payung yang dibawanya kepada gadis tersebut.

"Zevanya," jawabnya.

Selepas mereka berkenalan. Zevanya tak sadar bahwa waktu sudah menunujan pukul 12.15 WIB di mana pesanan bunga harus segera sampai di tangan pelanggan.

"Aduh maaf ya, aku buru-buru. Makasih payungnya"

Belum sempat menjawab, Zevanya sudah hilang dari pandangan Arga.

***

Keesokan harinya seperti biasa, Zevanya bekerja di toko bunga yang berlokasi di Braga. Tugasnya adalah mengantarkan bunga pesanan pelanggan. Sebenarnya tidak ada yang menyuruhnya bekerja. Orang tua Zevanya khawatir jika ia bekerja, nantinya akan mengganggu perkuliahannya. Namun, pantangan ornag tua Zevanya tak menyurutkan niatnya untuk tetap membantu usaha milik neneknya tersebut. Jam kerja Zevanya pun bisa dibilang fleksibel karena ia masih harus mengutamakan perkuliahannya. Hal ini juga membuat Zevanya tidak selalu 24 jam stand by di toko.

Jam telah menunjukkan pukul 04.00 ia mesti segera berangkat ke kampus. Perjalanan dari rumah ke kampusnya memerlukan waktu sekitar 1 jam. Maka ia perlu berangkat lebih awal. Maklum, karena ia mesti melewati lampu merah dengan durasi terlama di Bandung.

Saat ini Zevanya telah memasuki semester akhir di mana ia mesti menyiapkan mentalnya untuk bergelut dengan skripsi. Agenda hari kamis ini, ia hanya memiliki 2 kelas. Selepas itu ia berniat untuk ke perpustakaan kampus untuk membaca skripsi milik kakak tingkatnya.

Tengah fokus membaca, ia dikejutkan dari belakang oleh laki-laki yang memakai setelan serba hitam.

"Arga?" Ucap Zevanya.

Arga dan Zevanya berada di jurusan dan kampus yang sama, tepatnya di salah satu universitas negeri ternama di Bandung. Alasan mengapa mereka tidak pernah bertemu, karena Arga sangat aktif berorganisasi. Sedangkan Anya ia mesti segera pulang untuk membantu neneknya mengantar pesanan bunga. Itulah mengapa ketika mereka bertemu di Braga kemarin Zevanya merasa tidak asing dengan muka Arga.

"Dunia sempit banget ya, Anya?"

"Maaf, kamu tadi panggil aku Anya?"

"Iya, lucu kan?" "Btw gue boleh minta waktunya sebentar? Ada hal yang mesti gue sampein."

Melihat wajah Arga yang cukup serius Zevanya menyetujui ajakan Arga. Mereka pun meninggalkan perpustakaan dan melipir sejenak di sebuah caffe favorite Zevanya.

"Arga, kamu mau ngomong apa?" Tanya Zevanya.

Arga menjelaskan niat baiknya untuk mengenal Zevanya lebih jauh lagi.

"Kamu lagi bercanda kan?" Tanya Zevanya

"Emang muka gue keliatan lagi bercanda? Gue serius, Anya."

Zevanya terdiam sejenak, mencoba mencerna semua perkataan Arga. Laki-laki bernama Arga tersebut ternyata telah menyimpan rasa kepadanya sejak masih menjadi mahasiswa baru. Saat ini mereka sudah memasuki semester 7 berarti Arga telah memendam perasaannya kurang lebih selama 3 tahun.

Arga merasa insecure untuk mendekati Zevanya. Zevanya dikenal sebagai mahasiswa yang berprestasi, ia senantiasa berpartisipasi dalam sejumlah kompetisi dan Zevanya pernah menginjakkan kakinya ke Korea Selatan untuk mewakili kampusnya mengikuti kompetisi di bidang satra Korea.

Meskipun Arga dan Zevanya tidak berada di kelas yang sama, namun wajah Zevanya kerap terpampang di media sosial kampus sebagai bentuk apresiasi kepada Zevanya yang mengharumkan nama universitas dengan kemenangan atas kompetisi yang diikutinya.

Bertolak belakang dengan Arga. Dulu ia menjadi langganan dipanggil oleh pihak kepala program studi karena kenakalannya. Nakalnya Arga memang tidak separah itu, tapi sudah cukup memusingkan sejumlah pihak. Misalnya saja ia pernah ketahuan berkelahi, alasannya karena ia memergoki pelaku bullying di kampusnya. Tindakan Arga tetap saja tidak bisa ditoleransi.

Arga memang dulu dikenal dengan kenakalannya, tapi semenjak kehadiran Zevanya, Arga termotivasi untuk jadi pribadi yang lebih baik. Arga mulai memperbaiki kebiasaan buruknya. Arga yang semula sering menitip absen kini lebih rajin memasuki perkuliahan. Arga juga turut aktif mengikuti beberapa organisasi di kampusnya. Selain itu, disela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa Arga pun bekerja part time untuk menambah uang sakunya.

Setelah Arga merasa pantas untuk bersanding dengan seseorang, ia baru memberanikan diri untuk menyatakan perasaanya kepada gadis yang sudah lama ia sukai.

"Anya, kok diem?" "Arga ga minta Anya buat jawab pertanyaannya secepatnya kok, santai aja." Arga mecoba mencairkan suasana.

"Arga aku hargain effort kamu, tapi untuk saat ini enggak kepikiran buat pacaran." Jelas Zevanya.

Mendengar jawaban Zevanya, Arga sedikit kecewa. Hal itu terlihat dari raut wajahnya.

 "Tapi mungkin klo aku udah lulus kuliah dan aku punya perkerjaaan, baru mau menjalin komitmen" Sambung Zevanya.

Wajah Arga terlihat berbinar kembali, karena ia masih memiliki secercah harapan.

"Gue bakal tunggu sampai lo siap, Anya."

Arga                : "Anya, sayangku kita ke caffe ini yuk. Unik banget ada kucingnya"

Zevanya        : "Sayang pala lo peyang, pacaran aja kagak udah sayang-sayangan"

Arga                : "Yaudah ayo pacaran sekarang"

Zevanya         : "Dih gamau, ga romantis"

Semenjak Arga menyatakan niat baiknya kepada Zevanya mereka semakin lengket. Waktu terus berjalan hingga tak terasa mereka sudah lulus dan keduanya memperoleh summa cumlaude.

***

Setahun berlalu, Anya memutuskan untuk kembali ke Indonesia karena mengetahui kondisi kesehatan ibunya sedang tidak baik. Sesampainya di Indonesia, Zevanya dikejutkan oleh buket tulip berwarna pink dengan ukuran yang cukup besar. Di dalam buket tersebut terdapat surat yang bertuliskan "Temui aku di Braga hari ini pukul 20.00 -- Arga"

Mengetahui buket bunga tulip pink itu dari Arga, Zevanya sangat senang karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan pria yang sudah lama ia tidak jumpai.

***

Arga                  : "Anya do you wanna be my girlfriend?" "Maaf harus selama ini aku nyatain keseriusan ini sama kamu.

Zevanya          : "Ciee sekarang ngomongnya aku-kamu nihh? Biasanya gue-lo"

Arga                 : "yeuu kebiasaan kamuu suka ngalihin topik"

Zevanya         :"HAHAHA yaampun iya maaf."

Arga                : "Jadi gimana?"

Zevanya         : "Iyaa.." Ucap Anya pelan

Arga                : "Hah, apa? ga denger aku anyaa"

Zevanya         : "IYAA ARGA DEVIANO, AKU MAU JADI PACAR KAMU"

Arga                : "Ihh lucu amay cewekuu sampe teriak begituu"

Zevanya        : "Ihh Arga mahh..."

***

5 tahun sudah mereka menjalin hubungan. Meski Arga mesti bolak-balik Jakarta Bandung itu bukanlah sebuah masalah baginya. Kenangan indah mereka ciptakan. Namun, beberapa belakangan ini Arga mulai jarang ke Bandung untuk menemui kekasihnya. Hingga tiba masanya Arga secara tiba-tiba membuat keputusan sepihak, di mana ia menginginkan untuk mengakhiri hubungan dengan Zevanya. Zevanya kecewa karena ia tidak mengetahui alasan dibalik berakhirnya hubungan mereka.

4 bulan semenjak putusnya hubungan keduanya. Zevanya masih belum juga move on. Hal ini tidak mudah bagi Zevanya, karena Arga adalah cinta pertamanya. Setiap laki-laki yang berusaha mendekati Zevanya, ia selalu menolak. Seolah dirinya sudah mati rasa.

Zevanya selalu berdoa jika Arga akan kembali kepadanya. Bahkan parahnya ia berniat untuk tidak  membuka hatinya kepada laki-laki lain kecuali Arga.  Zevanya kehilangan jati dirinya semenjak putus. Ia merasa hancur dan selalu bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

"Arga, aku salah apa?"

"Arga, aku banyak kurangnya ya?"

Di sisi lain, ia juga sesekali melihat sosial media untuk mengetahui keadaan Arga, mantan kekasihnya. Tapi klo dilihat di sosmed Arga terlihat baik baik aja. Untuk ketenangan hati, Zevanya memutuskan untuk memblokir semua sosial media milik Arga.

1 tahun berlalu, Zevanya telah berdamai dengan keadaan. Ia mulai menerima kenyataan pahit yang mesti ia rasakan belakangan ini. Suatu ketika Zevanya dapat kabar dari bunda Arga, bahwa Arga tengah di rawat di rumah sakit dan dalam keadaan koma. Anya sama bunda Arga deket banget mesti mereka putus anya sama bunda tetep kontakan. Mengetahui kabar buruk tersebut Zevanya segera ke Jakarta untuk melihat kondisi Arga.

Selama perjalanan Zevanya hanya menyalahkan dirinya dan selalu merasa bahwa ia tidak becus memperhatikan Arga.

"Arga kamu kenapa ga pernah cerita..."

"Arga kamu selama ini nahan sakit sendirian..."

"Maaf..."

***

Baru saja tiba di salah satu Rumah Sakit swasta di Jakarta, ternyata Arga telah menghembuskan nafas terakhirnya. Zevanya merasa dunia nya semakin runtuh.  

"Arga!!" Teriak Zevanya histeris, ia sangat terpukul.

Bunda Arga     : "Sabar nakk Anyaa"

***

Semenjak kepergian Arga, Zevanya kerap datang ke tempat-tempat yg biasa mereka kunjungi. Braga menjadi saksi bisu kepedihan yang dirasakan Zevanya, karena di tempat ini mereka dipertemukan. Sesekali ia bernostalgia bahwa betapa bahagianya Zevanya bersama Arga.

Selain itu, Zevanya juga masih merasakan kepedihan karena ternyata selama ini Arga menyembunyikan kondisi kesehatannya dari Zevanya. Arga yang sempat hilang kabar, tidak mengunjunginya di Bandung, faktanya ia mesti bolak-balik menjalani cuci darah di luar negeri untuk memperoleh pengobatan terbaik. Di sisi lain, selama Zevanya bekerja di Korea Selatan faktanya suka mengunjungi kedua orang tuanya yang berada di Bandung. Bahkan, saat ibu Zevanya jatuh sakit, Arga juga membantu untuk menemani ke Rumah Sakit.

Antara Jakarta dan Bandung tidak akan ada kata kita. 

"Arga, semestaku, berbahagia-lah di surga."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun