"Maaf, kamu tadi panggil aku Anya?"
"Iya, lucu kan?" "Btw gue boleh minta waktunya sebentar? Ada hal yang mesti gue sampein."
Melihat wajah Arga yang cukup serius Zevanya menyetujui ajakan Arga. Mereka pun meninggalkan perpustakaan dan melipir sejenak di sebuah caffe favorite Zevanya.
"Arga, kamu mau ngomong apa?" Tanya Zevanya.
Arga menjelaskan niat baiknya untuk mengenal Zevanya lebih jauh lagi.
"Kamu lagi bercanda kan?" Tanya Zevanya
"Emang muka gue keliatan lagi bercanda? Gue serius, Anya."
Zevanya terdiam sejenak, mencoba mencerna semua perkataan Arga. Laki-laki bernama Arga tersebut ternyata telah menyimpan rasa kepadanya sejak masih menjadi mahasiswa baru. Saat ini mereka sudah memasuki semester 7 berarti Arga telah memendam perasaannya kurang lebih selama 3 tahun.
Arga merasa insecure untuk mendekati Zevanya. Zevanya dikenal sebagai mahasiswa yang berprestasi, ia senantiasa berpartisipasi dalam sejumlah kompetisi dan Zevanya pernah menginjakkan kakinya ke Korea Selatan untuk mewakili kampusnya mengikuti kompetisi di bidang satra Korea.
Meskipun Arga dan Zevanya tidak berada di kelas yang sama, namun wajah Zevanya kerap terpampang di media sosial kampus sebagai bentuk apresiasi kepada Zevanya yang mengharumkan nama universitas dengan kemenangan atas kompetisi yang diikutinya.
Bertolak belakang dengan Arga. Dulu ia menjadi langganan dipanggil oleh pihak kepala program studi karena kenakalannya. Nakalnya Arga memang tidak separah itu, tapi sudah cukup memusingkan sejumlah pihak. Misalnya saja ia pernah ketahuan berkelahi, alasannya karena ia memergoki pelaku bullying di kampusnya. Tindakan Arga tetap saja tidak bisa ditoleransi.