Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mulut Bisu

26 September 2015   21:31 Diperbarui: 26 September 2015   21:32 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Alah, itu mungkin cerita rekayasa. Aku tidak keberatan untuk membantu adikmu. Tapi jumlahnya berapa? Kapan dia akan mengembalikan? Yang penting, adikmu datang ke sini. Kalau perlu dengan isterinya.”

Hanafi mau meminjam uang sejumlah lima juta rupiah. Dia akan datang sendiri sore ini. Aku dan isteriku menunggu, sambil menyiapkan materi wejangan yang akan kusampaikan pada Hanafi.

Ketika datang, Hanafi kelihatan sekali salah tingkah. Sebenarnya hidupku sederhana dan biasa-biasa saja. Isteriku selama ini membantu mencari nafkah dengan mengajar. Tabungan kami juga tidak banyak. Tapi aku dan isteriku sepakat akan membantu kesulitan Hanafi. Semoga masalah Hanafi ada jalan keluarnya.

“Ada masalah apa to, Om. Kok sampai hutangnya menumpuk?”

“Kena tipu, mbak. Bisnis benda pusaka, kerja sama dengan teman. Tapi temanku terus pergi entah ke mana setelah menerima uang dariku.”

“Memang benda pusakanya belinya berapa, kalau dijual keuntungannya berapa?”

Hanafi tidak terus menjawab. Kelihatannya Hanafi tiak siap dengan pertanyaan isteriku.

“Om, aku dan kakakmu hidup ya begini-begini saja. Sebelas tahun menempati rumah, sejak dulu rumah tidak ada peningkatan yang berarti. Tidak ngoyo dan selalu bersyukur. Sebenarnya menjadi kaya sih kepingin juga. Cuma ya harus bekerja keras. Tidak mungkin bisa kaya tanpa kerja keras.”

“Terus terang, Mas. Aku pingin bisa kaya seperti orang-orang. Hidupnya serba enak, tidak susah.’

“Tapi kaya jangan dengan cara instan. Yang realistis saja. Coba, kamu kena tipu, kena masalah, dan datang ke sini, isterimu tahu tidak?”

“Tidak, Mas. Dan kumohon jangan ceritakan pada isteriku!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun