Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Indonesia Mencari Asa di Tengah Peralihan Pelatih

13 Januari 2025   14:27 Diperbarui: 13 Januari 2025   14:27 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia. | Kompas.com

Timnas Indonesia sedang memasuki babak baru. Setelah lima tahun ditemani Shin Tae-yong, yang sukses membuat kita semakin pede di kancah internasional, sekarang kursi pelatih akan diisi Patrick Kluivert. 

Bagi para pecinta sepak bola, nama Kluivert pasti tidak asing. Mantan striker Belanda yang pernah berjaya di Barcelona ini, jelas punya reputasi mentereng (sebagai pemain).

Perubahan yang mengejutkan ini membuat publik bertanya-tanya, bagaimana nasib Timnas ke depan?  

Shin Tae-yong selama ini dianggap sukses membangun fondasi yang kuat untuk sepak bola Indonesia. 

Dari lolos ke Piala Asia 2023, peringkat FIFA yang naik drastis, sampai regenerasi pemain muda yang solid, semua itu jadi "warisan" besar. 

Tapi, di sisi lain, kita juga tahu kalau perjuangan STY tidak selalu mulus. Ada tantangan adaptasi budaya, komunikasi dengan pemain, sampai ekspektasi tinggi dari publik yang kadang membuat tekanan semakin besar.  

Nah, sekarang pertanyaannya: Kluivert, yang baru saja masuk, mampukah ia menjaga tren positif yang ditinggalkan STY? 

Publik tentu berharap Kluivert bisa meneruskan—atau bahkan melampaui—kesuksesan STY. 

Tapi, tidak bisa dipungkiri, ada keresahan juga. Adaptasi taktik baru, waktu persiapan yang mungkin tidak panjang, dan ekspektasi tinggi dari suporter, semuanya akan jadi tantangan besar.  

Jadi, di tengah transisi ini, Timnas Indonesia seperti sedang  berjalan di atas tali. 

Ada harapan besar untuk melesat lebih jauh, tapi juga ada resiko kalau salah langkah. 

Yang pasti, publik cuma mau satu hal: mimpi Indonesia untuk berjaya di Asia, atau bahkan dunia, jangan sampai terhenti di tengah jalan.

Warisan Shin Tae-yong 

Shin Tae-yong itu seperti "arsitek" yang membangun ulang pondasi Timnas Indonesia. Di bawah tangan dinginnya, Timnas mulai menunjukkan taringnya di level internasional. 

Salah satu pencapaian yang paling bikin bangga tentu saja peningkatan peringkat FIFA. Dari yang dulu langganan di bawah 170-an, sekarang Indonesia nangkring di sekitar 150-an—lompatan yang signifikan, bukan?  

Enggak cuma itu, STY juga sukses membawa Timnas lolos ke Piala Asia 2023 setelah absen selama 15 tahun. Regenerasi pemain juga jadi salah satu fokus utamanya. 

Lihat saja, nama-nama seperti Marselino Ferdinan, Pratama Arhan, atau Witan Sulaeman, mereka sempat jadi tulang punggung tim bahkan sampai sekarang. 

Anak-anak muda ini bukan hanya punya skill mumpuni, tapi juga mental bertanding yang lebih siap menghadapi tekanan besar.  

Tapi, perjalanan STY enggak selalu mulus. Tantangan utamanya jelas adaptasi taktik. Tidak semua pemain langsung paham dengan pola permainan ala Korea Selatan yang cepat dan dinamis. 

Belum lagi masalah komunikasi. Meski sudah ada penerjemah, kadang rasanya sulit untuk menyampaikan visi dengan jelas ke pemain. 

Dan pastinya, tekanan dari publik Indonesia yang ingin hasil instan membuat pekerjaan STY tambah berat.  

Harapan terhadap Patrick Kluivert

Nama Patrick Kluivert jelas tidak bisa diremehkan. Sebagai mantan pemain, dia pernah bersinar bersama klub-klub top Eropa seperti Barcelona dan Ajax Amsterdam. 

Setelah gantung sepatu, Kluivert beralih jadi pelatih, meskipun rekam jejaknya sebagai pelatih kepala belum se-"wow" karier bermainnya. 

Tapi, yang membuat menarik, Kluivert punya koneksi kuat dengan Belanda, dan ini bisa jadi "jembatan emas" untuk memanfaatkan pemain diaspora yang punya darah Indonesia.  

Tantangan utama untuk Kluivert jelas waktu adaptasi. Dia harus cepat memahami karakter pemain Indonesia, yang mungkin beda jauh dengan pemain Eropa. 

Ekspektasi tinggi juga akan jadi beban berat. Publik pasti mau dia langsung bawa perubahan positif, padahal adaptasi taktik itu butuh waktu. 

Belum lagi target jangka pendek, seperti SEA Games atau Piala AFF, yang sering jadi tolok ukur awal sukses pelatih Timnas.  

Namun, seperti halnya pelatih lainnya, Kluivert juga memiliki potensi. Dengan pengalaman yang dimilikinya, ia mungkin dapat membawa gaya permainan yang lebih modern dan segar ke dalam Timnas Indonesia.

Ditambah lagi, jaringan luasnya di Eropa bisa membuka peluang untuk kerja sama atau pengembangan pemain. Kalau dia berhasil memanfaatkan pemain diaspora yang bermain di liga-liga Eropa, bisa jadi Timnas kita makin solid.  

Ekspektasi dan Resiko Peralihan 

Harapan publik terhadap Kluivert pastinya tinggi. Semua orang mau lihat Timnas terus berkembang, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di level Asia atau bahkan dunia. 

Kita semua ingin melihat momen Timnas angkat trofi atau setidaknya bersaing ketat dengan tim-tim besar.  

Tapi, peralihan pelatih itu selalu punya resiko. Misalnya, pemain yang sudah nyaman dengan gaya Shin Tae-yong mungkin butuh waktu lagi untuk adaptasi ke sistem baru. 

Kalau proses adaptasi ini tidak berjalan lancar, performa Timnas bisa terganggu. Dan kalau hasil di turnamen-turnamen awal tidak sesuai ekspektasi, tekanan dari suporter dan media bisa membuat situasi semakin sulit.  

Di sisi lain, kegagalan memenuhi target jangka pendek juga bisa memengaruhi kepercayaan diri pemain. 

Kalau ekspektasi publik terlalu tinggi, tapi hasilnya enggak sesuai, bisa-bisa Kluivert malah kehilangan dukungan di awal masa jabatannya.  

Jadi, transisi ini adalah momen krusial bagi Timnas Indonesia. Harapannya, Kluivert bisa membawa warna baru tanpa kehilangan apa yang sudah dibangun oleh STY. 

Karena, ujung-ujungnya, semua penggemar cuma mau satu, yaitu Timnas Indonesia semakin maju dan berprestasi!

Peralihan pelatih itu memang tidak mudah, apalagi di Timnas yang punya tekanan besar dari jutaan pendukung fanatik. 

Tapi di sini pentingnya peran publik untuk tetap mendukung pelatih baru dan tim, apa pun yang terjadi. Patrick Kluivert butuh waktu untuk memahami karakter pemain kita, dan di saat yang sama, pemain juga butuh waktu untuk adaptasi dengan cara kerja dan strategi baru. 

Kalau proses ini dikasih kesempatan dan dukungan penuh, peluang untuk hasil positif pasti lebih besar.  

Warisan Shin Tae-yong jelas jadi pondasi kuat yang enggak boleh hilang. Apa yang dia bangun—mulai dari regenerasi pemain, mental bertanding yang lebih kuat, sampai gaya main yang lebih modern—harus terus dilanjutkan. 

Tantangannya untuk Kluivert sekarang adalah bagaimana dia bisa membuat warisan itu naik level, sambil menambah sentuhan baru yang sesuai dengan pengalamannya di sepak bola Eropa. 

Kalau ini berhasil, Timnas kita bukan hanya jadi raja Asia Tenggara, tapi juga bisa bersaing di level Asia dan, siapa tahu, dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun