Setelah gantung sepatu, Kluivert beralih jadi pelatih, meskipun rekam jejaknya sebagai pelatih kepala belum se-"wow" karier bermainnya.Â
Tapi, yang membuat menarik, Kluivert punya koneksi kuat dengan Belanda, dan ini bisa jadi "jembatan emas" untuk memanfaatkan pemain diaspora yang punya darah Indonesia. Â
Tantangan utama untuk Kluivert jelas waktu adaptasi. Dia harus cepat memahami karakter pemain Indonesia, yang mungkin beda jauh dengan pemain Eropa.Â
Ekspektasi tinggi juga akan jadi beban berat. Publik pasti mau dia langsung bawa perubahan positif, padahal adaptasi taktik itu butuh waktu.Â
Belum lagi target jangka pendek, seperti SEA Games atau Piala AFF, yang sering jadi tolok ukur awal sukses pelatih Timnas. Â
Namun, seperti halnya pelatih lainnya, Kluivert juga memiliki potensi. Dengan pengalaman yang dimilikinya, ia mungkin dapat membawa gaya permainan yang lebih modern dan segar ke dalam Timnas Indonesia.
Ditambah lagi, jaringan luasnya di Eropa bisa membuka peluang untuk kerja sama atau pengembangan pemain. Kalau dia berhasil memanfaatkan pemain diaspora yang bermain di liga-liga Eropa, bisa jadi Timnas kita makin solid. Â
Ekspektasi dan Resiko PeralihanÂ
Harapan publik terhadap Kluivert pastinya tinggi. Semua orang mau lihat Timnas terus berkembang, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di level Asia atau bahkan dunia.Â
Kita semua ingin melihat momen Timnas angkat trofi atau setidaknya bersaing ketat dengan tim-tim besar. Â
Tapi, peralihan pelatih itu selalu punya resiko. Misalnya, pemain yang sudah nyaman dengan gaya Shin Tae-yong mungkin butuh waktu lagi untuk adaptasi ke sistem baru.Â
Kalau proses adaptasi ini tidak berjalan lancar, performa Timnas bisa terganggu. Dan kalau hasil di turnamen-turnamen awal tidak sesuai ekspektasi, tekanan dari suporter dan media bisa membuat situasi semakin sulit. Â