Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mengenal Jurus Transaksional: Strategi Cerdas yang Etis untuk Situasi Terdesak di Dunia Kerja

19 Desember 2024   16:37 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:57 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Dunia Kerja. | Pexels. Thirdman

Dalam dunia kerja, tidak semuanya berjalan mulus. Kadang, kita bertemu dengan atasan atau senior yang, entah kenapa, kelihatan tidak suka dengan kita. 

Padahal, kita butuh banget dukungan mereka untuk menyelesaikan pekerjaan atau mencapai target tertentu. Untuk mendapatkan dukungan mereka, jurus transaksional bisa jadi solusinya. 

Iyap, jurus ini adalah strategi di mana kita memanfaatkan apa yang kita punya—entah itu keahlian, solusi, atau hasil kerja—untuk menciptakan hubungan "saling membutuhkan" dengan pihak yang lebih berkuasa atau memiliki wewenang. 

Intinya, ini seperti "deal-dealan" profesional, tapi tetap elegan. Strategi ini bisa membuat mereka yang awalnya cuek atau nggak mendukung jadi lebih terbuka, karena mereka sadar, hanya kita yang bisa memenuhi kebutuhan mereka.  

Perlu di garis bawahi, menggunakan strategi ini tidak boleh sembarangan. Dunia kerja itu ibarat hutan rimba, penuh tantangan dan persaingan. 

Kadang, kita harus pintar-pintar bertahan tanpa kelihatan seperti cari muka atau manipulatif. Maka dari itu, jurus transaksional ini relevan bagi kamu yang sedang dalam situasi terjepit, tapi tetap mau main bersih/cantik. 

Prinsipnya adalah menjaga etika. Jangan sampai niat kita untuk bertahan malah membuat hubungan profesional rusak atau merugikan orang lain. 

Jadi, walaupun ini "ilmu bertahan," tetap harus dipakai dengan hati-hati dan hanya kalau benar-benar perlu. Kalau dilakukan dengan cara yang tepat, jurus ini tidak hanya menyelamatkan kariermu, tapi juga membuat kamu dihargai karena kontribusi nyata yang kamu berikan.

Apa itu Jurus Transaksional? 

Jurus transaksional itu sebenarnya strategi sederhana tapi penuh perhitungan. 

Intinya, kita pakai apa yang kita punya—keahlian, hasil kerja, atau sesuatu yang kita kuasai—untuk menciptakan hubungan "saling membutuhkan" dengan orang lain, terutama mereka yang punya otoritas lebih tinggi, seperti atasan atau senior. 

Jadi, ini bukan soal "menjilat" atau cari muka, tapi lebih ke membangun posisi tawar yang kuat. 

Contohnya, kalau kamu punya keahlian atau informasi yang penting untuk menyelesaikan proyek besar, kamu bisa manfaatkan itu supaya atasan yang tadinya tidak suka dengan kamu, mereka mulai melihat kamu sebagai aset penting yang mereka butuhkan.  

Prinsip dasarnya ada tiga: pertama, kamu harus paham dulu apa yang dibutuhkan pihak lain. Ini berarti kamu perlu observasi dan analisis, jangan asal-asalan. 

Misalnya, apa yang bikin atasan kamu stres? Apa target yang mereka kejar? Kedua, setelah tahu kebutuhan mereka, tugasmu adalah menyediakan solusi—tapi pastikan solusi ini unik dan hanya kamu yang bisa kasih. 

Jangan buru-buru membagikan ke semua orang, karena posisi tawarmu akan hilang kalau terlalu mudah diakses. 

Terakhir, jaga posisi tawarmu. Artinya, meskipun kamu sudah punya sesuatu yang mereka butuhkan, jangan terlalu "murah hati." 

Kamu tetap harus main cantik, menjaga eksklusivitas nilai yang kamu tawarkan. Dengan begitu, pihak otoritas akan melunak dan lebih terbuka terhadapmu, karena mereka sadar bahwa kerja sama denganmu membawa keuntungan bagi mereka juga.

Empat langkah ini wajib kamu coba jika ingin menerapkan jurus transaksional di dunia kerja:

1. Identifikasi Kebutuhan Pihak Otoritas  

Sebelum kamu mulai bergerak, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah memahami apa yang benar-benar dibutuhkan oleh atasan atau seniormu. 

Ini bukan hanya soal tugas harian mereka, tapi juga hal-hal yang jadi prioritas besar. Contohnya, apakah mereka sedang dikejar deadline proyek besar? 

Atau mungkin mereka punya target pribadi, seperti naik jabatan atau memperbaiki citra mereka di depan manajemen? 

Kamu harus rajin observasi dan, kalau perlu, tanya-tanya secara tidak langsung ke orang lain yang dekat dengan mereka.  

Mudah saja caranya, misalnya perhatikan topik yang sering mereka bahas dalam rapat, apa yang membuat mereka marah atau stres, atau bahkan apa yang membuat mereka senang. 

Setelah tahu apa kebutuhan mereka, kamu punya dasar untuk mulai menyusun strategi. Intinya, semakin kamu paham kebutuhan mereka, semakin besar peluangmu untuk menawarkan solusi yang pas.  

2. Hasilkan dan Kuasai Nilai

Setelah tahu apa yang dibutuhkan, langkah berikutnya adalah menghasilkan sesuatu yang relevan dan bernilai untuk mereka. 

Ini bisa berupa ide, data, hasil kerja, atau bahkan solusi untuk masalah tertentu. Misalnya, kalau atasanmu sedang kesulitan memimpin proyek yang rumit, kamu bisa menawarkan cara kerja yang lebih efisien berdasarkan keahlian atau pengalamanmu.  

Tapi, jangan hanya berhenti di situ. Pastikan apa yang kamu hasilkan itu benar-benar unik atau sulit digantikan orang lain. 

Contohnya, kamu ahli dalam analisis data, dan atasanmu sering butuh laporan detail untuk presentasi. Jadikan keahlianmu ini sebagai nilai tambah yang membuat kamu jadi satu-satunya orang yang bisa diandalkan dalam situasi tertentu.

3. Batasi Akses ke Nilai Itu

Ini bagian penting yang sering dilupakan. Kalau kamu terlalu "murah hati" membagikan keahlian atau hasil kerjamu ke semua orang, nilai unikmu jadi hilang. 

Maka, kamu perlu menjaga eksklusivitas. Jangan buru-buru membagikan ide atau solusi sebelum memastikan bahwa itu benar-benar akan menguntungkan posisimu.  

Misalnya, kamu menemukan cara kerja yang lebih cepat dan efisien, jangan langsung kasih tahu semua rekan kerja. Simpan dulu untuk situasi di mana kamu benar-benar perlu menunjukkan kemampuan itu di depan atasan. 

Dengan begitu, mereka akan melihat kamu sebagai aset penting yang sulit digantikan.  

4. Tunggu Momentum yang Tepat

Strategi ini butuh kesabaran. Jangan langsung menunjukkan semua kelebihanmu hanya karena kamu ingin segera mendapatkan perhatian. 

Tunggu waktu yang tepat, misalnya saat atasan sedang sangat membutuhkan solusi, atau ketika mereka mulai kewalahan menghadapi masalah tertentu.  

Misalnya, saat atasanmu sedang panik karena data penting hilang atau tim lain nggak bisa menyelesaikan tugas tepat waktu, di situlah kamu masuk dengan menawarkan solusi atau bantuan. 

Kalau kamu masuk di momen yang tepat, nilaimu akan terasa lebih besar. Tapi ingat, jangan terkesan terlalu "sok tahu" atau memanfaatkan kesulitan mereka. Pastikan kamu tetap menunjukkan niat membantu dengan cara yang profesional.  

Dengan mempraktikkan empat langkah di atas, jurus transaksional bisa digunakan secara efektif, tanpa terlihat manipulatif atau terlalu agresif. Kuncinya adalah sabar, pintar membaca situasi, dan tetap menjaga etika. 

Jurus transaksional ini nggak bisa dipakai sembarangan, apalagi untuk hal-hal remeh. Strategi ini hanya cocok digunakan saat kamu benar-benar terdesak, misalnya ketika kamu lagi butuh dukungan penting dari atasan atau senior yang kelihatannya nggak "klik" sama kamu. 

Contoh, ketika kamu punya proyek besar yang nasibnya tergantung pada persetujuan mereka, atau kamu butuh akses ke sesuatu yang hanya mereka punya. 

Kalau kamu nggak ngapa-ngapain, resiko proyek gagal atau kariermu terhambat bisa jadi kenyataan. Nah, di situasi seperti ini, jurus transaksional bisa jadi solusi untuk membuka pintu komunikasi dan membangun kerja sama, walaupun awalnya mereka tidak mendukung.  

Tapi ingat, strategi ini nggak boleh disalahgunakan. Kalau terlalu sering dipakai, kamu akan terlihat seperti orang yang oportunis atau manipulatif, dan itu bisa membuat hubunganmu dengan orang lain rusak, terutama dalam jangka panjang. 

Contohnya, kalau kamu terlalu sering "menahan" sesuatu yang dibutuhkan orang lain untuk keuntunganmu sendiri, mereka bisa kehilangan rasa percaya dan akan mencari cara untuk menggantikanmu. 

Lebih buruk lagi, ini bisa menciptakan konflik di tim, karena orang lain mungkin merasa kamu nggak adil atau egois. Jadi, pakai strategi ini hanya ketika situasinya benar-benar butuh, dan pastikan niatmu tetap profesional, bukan semata-mata cari keuntungan pribadi. 

Kalau tidak, bukannya membantu, malah bisa jadi bumerang yang merugikanmu sendiri. 

Sekarang bayangkan kamu adalah satu-satunya orang di tim yang paham cara menggunakan software tertentu untuk menyusun laporan analitik, sementara laporan ini sangat penting untuk presentasi atasan di depan manajemen. 

Atasanmu, sayangnya, nggak terlalu suka sama kamu, mungkin karena salah paham atau faktor personal. Daripada frustrasi atau diem aja, kamu memutuskan pakai jurus transaksional. 

Kamu selesaikan laporan itu dengan hasil terbaik, kasih insight tambahan yang tidak mereka minta, dan pastikan laporan itu siap sebelum deadline. 

Ketika atasan melihat hasilnya, mereka tidak punya pilihan selain mengakui bahwa kontribusi kamu tidak tergantikan. Alhasil, meski awalnya mereka kurang mendukung, mereka mulai melunak dan bahkan lebih terbuka ke depannya untuk kerja sama.  

Tapi, beda ceritanya kalau strategi ini dijalankan tanpa etika. Misalnya, kamu tahu bahwa atasanmu butuh banget laporan itu, dan kamu sengaja memperlambat proses pengerjaannya untuk membuat mereka terdesak. 

Ketika mereka panik, kamu datang seperti "pahlawan" dengan laporan yang sudah selesai. Hasilnya, mungkin kamu dapat pujian sesaat, tapi kalau mereka sadar kamu sengaja nahan laporan itu, hubunganmu bisa rusak. 

Atasanmu mungkin kehilangan rasa percaya dan merasa kamu nggak profesional. Bahkan, kolega lain juga bisa menilai kamu hanya peduli dengan kepentingan pribadi. 

Intinya, jurus transaksional itu powerful, tapi kalau dipakai dengan cara licik, efeknya akan lebih merugikan daripada menguntungkan. 

Jurus transaksional sebenarnya adalah strategi cerdas yang bisa jadi penyelamat di situasi sulit, terutama saat kamu butuh dukungan dari pihak yang awalnya tidak mendukungmu. 

Dengan memahami kebutuhan mereka, menghasilkan solusi yang bernilai, dan menjaga posisi tawar, kamu bisa membangun hubungan profesional yang saling menguntungkan. 

Tapi ingat, strategi ini bukan untuk disalahgunakan atau dipakai setiap saat. Kalau digunakan dengan bijak dan tetap menjaga etika, jurus ini tidak hanya membantu kamu bertahan, tapi juga meningkatkan kredibilitasmu di dunia kerja.  

Pada akhirnya, jurus transaksional bukan hanya soal kepentingan pribadi, tapi soal menciptakan sinergi yang bermanfaat di saat-saat genting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun