" bennnnn!! "
Very berlutut meraih sahabatnya yang sudah berlumuran darah---hampir semua tubuhnya penuh dengan darah.
" ben, Â bangun ben, Â kau jangan bercanda!"
Diguncang-guncangkannya tubuh beny, Â namun tidak banyak membantu.
Diceknya detak nadi---jatungnya tak lagi betedak--- Â semakin jadi tangis very diatas tubub sahabatnya, terisak-isak tangis tumpah begitu saja, tidak lagi peduli gengsi atau mata yang memandangi.
" ben, tega kau tinggalkan aku ben? bagaiman mimpimu, Â mimpi kita, semua cerita yang belum kita wujudkan,"
Dirangkulnya wajah beny dalam pelukan---wajah itu masih tersenyum seperti ia lihat beberapa menit lalu.
"siapa lagi yang akan menenangkanku ben---tak ada."
Pelukan very semakin erat didalam
darah dan air mata yang tak lagi bisa kenali, menyatu dan jatuh membuat jalannya sendiri.
Kenangan-kenangan yang melintas membuat kehilangan itu semakin menyayat.
Dalam air mata yang penuh teriakan,
Dan bibir yang diam---luka itu bersembunyi--- Tanpa ada pelampiasan karena kematian tidak berwujud.
Mimpi itu telah kehilangan satu lengannya,
Maka dia tak akan lagi menjadi sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H