Mohon tunggu...
Ni  Wayan Pancawati
Ni Wayan Pancawati Mohon Tunggu... Lainnya - Prodi Akuntansi FEB Universitas Mahasaraswati Denpasar

Selamat Datang di Web saya,,, Semoga Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pemerintah Terbitkan Peraturan Insentif Pajak di Tengah-Tengah Pandemi Covid-19

13 Mei 2020   10:25 Diperbarui: 13 Mei 2020   10:16 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Insentif pajak adalah kebijakan pemerintah yang diberikan kepada individu atau organisasi tertentu hingga investor asing yang bersedia mendukung pemerintah, dari sektor sosial hingga penelitian dan pengembangan, yang mana kebijakan insentif tersebut diberikan untuk memudahkan dan mendorong wajib pajak untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya di masa sekarang dan yang akan datang.

Insentif pajak merupakan salah satu langkah kebijakan yang pemerintah ambil dalam menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemik Covid-19. Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan, menetapkan beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang mulai berlaku 1 April, beberapa di antaranya mengatur soal perpajakan wajib pajak di Indonesia. Apa saja?

Kondisi Perekonomian Indonesia Saat Pandemik Covid-19

Pandemik Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 telah memberikan tekanan besar pada kondisi dunia, khususnya pada sektor ekonomi dan kesehatan. Mengutip dari konferensi pers yang disampaikan oleh Sri Mulyani pada tanggal 1 April 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2020 terbaru adalah negatif atau mengalami resesi.

Di Indonesia sendiri, seluruh sektor perekonomian diprediksikan mengalami penurunan. Kementerian Keuangan memproyeksikan Pertumbuhan PDB akan turun menjadi 2,3%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar akan naik di angka Rp17.500. Angka inflasi dapat menyentuh 3,9%. Sektor ekspor dapat menyentuh angka -14,00% dan impor di angka -14,50%. Prediksi PDB nominal di tahun 2020 dapat turun ke angka Rp16.829,8 triliun.

Daftar Kebijakan untuk Mencegah Keadaan Krisis Akibat Pandemik Covid-19

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ata Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu ini memuat berbagai kebijakan keuangan negara, termasuk bidang perpajakan, dan sektor keuangan demi mencegah keadaan krisis akibat wabah virus Korona.

Pembahasan lebih lanjut mengenai insentif pajak ada dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang ditetapkan pada tanggal 27 April 2020. Peraturan ini menggantikan PMK Nomor 23/PMK.03/2020 yang sebelumnya berlaku per tanggal 1 April 2020.

Insentif Pajak Sebagai Langkah Pencegahan Krisis Ekonomi dan Keuangan

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, mengeluarkan kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena dampak wabah virus Corona. Secara ringkas, inilah insentif pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemik berlangsung.

1. Insentif PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah selama masa pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. Insentif ini berlaku untuk perusahaan dengan syarat memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam PMK tersebut, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, dan mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB. Selain itu, insentif ini hanya berlaku untuk pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan bruto bersifat tetap tidak lebih dari Rp200 juta.

PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah ini harus dibayarkan oleh perusahaan secara tunai pada karyawannya saat pembayaran penghasilannya. Hal ini meliputi perusahaan yang memberikan tunjangan atau menanggung PPh Pasal 21 kepada karyawannya.

Jika ingin memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ini, perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak, perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi insentif PPh Pasal 21 ini pada Kepala KPP, serta kode kode billing dengan cap "PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor .../PMK.03/2020." Penyampaian semua dokumen tersebut dilakukan paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. Insentif PPh Pasal 22 Impor

Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan pada perusahaan yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean. Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Untuk mendapatkan surat ini, perusahaan wajib membuat pengajuan secara online melalui laman Pajak.go.id, serta melampirkan Keputusan Menteri Keuangan yang menunjukkan penetapan sebagai perusahaan mendapatkan fasilitas KITE.

Jika berhak, perusahaan akan mendapatkan pembebasan pemungutan PPh yang berlaku sejak Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai 30 September 2020. Perusahaan pun harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan menggunakan formulir yang tersedia dan menyampaikannya pada tanggal:

Masa Pajak April sampai Juni 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20 Juli 2020.

Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20 Oktober 2020.

3. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Pemerintah pun memberikan kebijakan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan para perusahaan dengan kriteria yang sama seperti poin sebelumnya. perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan pengurangan secara online melalui laman Pajak.go.id.

Jika berhak, perusahaan yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini harus menyampaikan laporan realisasi kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan formulir yang tersedia. Laporan tersebut harus disampaikan:

Masa Pajak April sampai dengan Juni 2020 paling lambat tanggal 20 Juli 2020.

Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat tanggal 20 Oktober 2020.

4. Insentif PPN

Wajib pajak atau perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan non eksportir, dapat memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi selama 6 bulan. Kriteria perusahaan yang dapat memanfaatkan ini adalah memiliki klasifikasi lapangan usaha seperti yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB, dan menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

Perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Di sini, PKP berisiko rendah memiliki ketentuan:

PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah.

Dirjen Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah.

PKP memiliki KLU sesuai dengan lampiran yang tercantum dalam PMK.

Tanpa persyaratan melakukan kegiatan seperti ekspor BKP/JKP, penyerahan kepada pemungut PPN dan penyerahan yang tidak dipungut PPN.

Untuk mendapatkan insentif PPN ini, perusahaan harus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE, dalam SPT Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. SPT Masa PPN tersebut meliputi SPT Masa PPN termasuk pembetulan SPT Masa PPN, untuk masa pajak sejak berlakunya peraturan menteri sampai dengan masa pajak September 2020, dan harus disampaikan paling lambat 31 Oktober 2020.

Baca Juga: Prosedur Restitusi PPN

5. Insentif Pajak UMKM

Wajib pajak yang merupakan pelaku UMKM dengan peredaran bruto tertentu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh Final sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto tersebut, mendapatkan insentif PPh Final ditanggung Pemerintah. PPh Final tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Jika pelaku UMKM melakukan impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 impor.

Insentif pajak UMKM ini diberikan untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. Wajib pajak perlu mengajukan permohonan Surat Keterangan untuk dapat memanfaatkan insentif pajak ini secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak atau disetujui, wajib pajak harus membuat laporan realisasi PPh Final ditanggung Pemerintah meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterimanya, termasuk dari transaksi dengan Pemungut pajak. Pihak Pemungut Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau kode ID Billing yang dibubuhi cap bertuliskan "PPh Final Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor .../PMK.03/2020" atas transaksi yang merupakan objek pemungutan PPh final. Kemudian, laporan realisasi tersebut beserta lampiran Surat Setoran Pajak wajib disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Jika Anda telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh 21, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, atau permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor, tidak perlu lagi mengulang pengajuan tersebut berdasarkan PMK terbaru. Selanjutnya, penyampaian laporan realisasi harus berdasarkan PMK Nomor 44/PMK.03/2020.

Kebijakan Perpajakan Lainnya Selama Pandemik Covid-19

Selain insentif pajak, Pemerintah juga menetapkan beberapa relaksasi di antaranya:

1. Penurunan Tarif PPH Badan

Pemerintah turut menerapkan penurunan tarif umum PPh Badan yang semula 25%, menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

2. Perpanjangan Waktu Permohonan/Penyelesaian Administrasi Perpajakan

Jangka waktu penyampaian permohonan keberatan oleh wajib pajak diperpanjang paling lama 6 bulan.

Jangka waktu atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17B diperpanjang paling lama 6 bulan.

Jangka waktu pengajuan surat keberatan sebagaimana dalam pasal 26 ayat (1) diperpanjang paling lama 6 bulan.

Jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan hasil pemeriksaan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 36 ayat (1), diperpanjang paling lama 6 bulan.

Jangka waktu pengembalian kelebihan bayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), diperpanjang paling lama 1 bulan.

3. Pemberian Fasilitas Kepabeanan

Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasiitas pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan pandemik Covid-19, dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

4. Pemajakan atas Transaksi Elektronik

Pemerintah akan memungut PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Selain PPN, Pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia.

5. Perpanjangan Masa Lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPN

Sebelumnya, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan memperpanjang masa lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPh. Seperti yang pernah dibahas pada artikel, "Work From Home: Kebijakan Perpajakan & Tips Menjaga Produktivitas", DJP mengumumkan bahwa batas pelaporan dan pembayaran SPT Tahunan Pribadi yang semula tanggal 31 Maret 2020, menjadi 30 April 2020. Sedangkan untuk batas pelaporan SPT Masa PPh Pot/Put Februari 2020 mundur sampai dengan tanggal 30 April 2020.

Selain itu, DJP juga mengimbau seluruh wajib pajak Indonesia untuk melaksanakan kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak secara online karena seluruh kantor pelayanan pajak se Indonesia tutup sementara waktu guna mencegah penyebaran virus Corona ini. Anda dapat mengurus pelaporan dan pembayaran melalui www.pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan mitra DJP seperti Online Pajak

oleh : Ni Wayan Pancawati

Universitas Mahasaraswati Denpasar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun