Aku yakin hanya karena mereka berbeda suku, tradisi, adat, mereka harus menghilangkan perasaan itu pelan-pelan.
Papa Imel yang sangat ketat menjaga adat-istiadat keluarga tidak bisa menerima perbedaan dari keluarga Sandy Sopacua.
Aku ingat betul beberapa waktu lamanya REKAN agak dingin karena ada ‘perang batin’ antara Imel dan Sandy, lebih tepatnya keluarga mereka berdua.
Imel menangis dan beberapa saat mogok makan. Mama Imel terus menerus memintaku untk membujuk Imel untuk dapat menjaga kesehatannya dan move on dari Sandy.
Seingatku tepat hari ketujuh saat itu, Imel mau menerimaku di kamarnya. Aku ingat betul bagaimana lahapnya dia makan suapan demi suapan Bubur Manado yang Ibuku buatkan untuknya.
Aku bersyukur, Imel bisa menerima kenyataan dan mulai bisa berdamai dengan kondisi yang sedang menimpanya. Mau-tidak mau, suka-tidak suka, dia harus lebih condong dengan keputusan Papanya dan mengorbankan perasaannya pada Sandy.
Pada saat yang sama, Sandy pun berhasil mengendalikan perasaannya. Irfan dan Arief tidak terlalu mau ikut campur karena prinsip mereka yang aku tahu. Walaupun demikian, Irfan dan Arief melakukan bagiannya dan tidak meninggalkan Sandy, sahabat dan saudara kami itu.
Banyak hal yang telah kami alami. REKAN, benar-benar sekolah karakter bagi kami.
Kami pun juga tidak mulus-mulus saja dalam menjalani persahabatan kami.
Saat aku dan Arief terlibat dalam sebuah konflik, aku pernah memutuskan untuk keluar dari REKAN.
Arief menyukaiku, sedangkan aku tahu itu tidak bisa terjadi karena perbedaan iman kami berdua.