Contoh yang kedua, saya selalu menangis ketika bercerita tentang Ayah. S E L A L U, terutama di 6 bulan pertama sepeninggal Ayah.
Contoh yang ketiga, saya sering marah ketika ada barang-barang Ayah dipakai atau pun diperlakukan tidak sebagaimana mestinya.
Contoh yang keempat, saya menjadi depresi dan sedih berkepanjangan.
Contoh yang kelima, saat peringatan wafat Ayah yang ketiga tahun pada tanggal 6 September 2020, saya yang menyiapkan detil persiapan dan suvenir untuk acara peringatan yang dilakukan dengan cara drive thru. Saya menyadari, perlahan tapi pasti, saya telah bisa menerima, bahwa Ayah sebagai “titipan” dan "bukan hak milik" yang HARUS KEMBALI pada Yang Memiliki.
Kata titipan dan bukan hak milik saya dan keluarga menjadi sebuah kalimat yang membuat saya lebih, legowo dalam menerima kenyataan tersebut.
Proses perjalanan terhadap penerimaan kepada situasi dukacita menjadi sebuah pengalaman berharga bagi saya.
Saya selalu mendapatkan sebuah pengalaman, ketika kita telah mampu melewati dan menerima masa-masa dukacita, akan ada orang-orang lain yang datang kepada kehidupan kita untuk kita tolong dan dampingi.
Ibaratnya setelah kita lulus dalam ujian berat, yaitu menerima kenyataan pahit ditinggalkan orang-orang yang kita kasihi untuk selama-lamanya. Kita akan dihadapkan untuk menolong orang-orang yang bernasib sama dengan kita.
Mengolah kenyataan pahit menjadi makna hidup yang berharga, akan membantu orang-orang dengan pengalaman sama.
Hal ini selalu saya hadapi.