Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seni Menerima Kenyataan Hidup yang Pahit

30 September 2020   12:07 Diperbarui: 2 Oktober 2020   02:11 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saya bersama keluarga dan pusara Ayah dimana saya sering kunjungi sebelum "berdamai"/dok.pri (yunita kristanti)

Seorang keponakan berumur 13 tahun menangis histeris dan mengucapkan, “Mengapa orang-orang yang saya cintai, selalu meninggalkan saya?”

Saya mendengar kabar bahwa Eyang Putrinya baru saja meninggalkan dia. Setelah kepergian Eyang Kakung, Ayah, dan Omnya.

Bukan hal mudah tentu baginya. Proses untuk menerima kenyataan pahit ini membutuhkan waktu, sama seperti saya yang telah mengalaminya lebih dulu.

saat-saat mengunjungi pusara Ayah/sumber: dok.pri (yunita kristanti)
saat-saat mengunjungi pusara Ayah/sumber: dok.pri (yunita kristanti)
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendampingi saudara, kerabat, kawan kita yang mengalami proses penerimaan terhadap situasi dukacita :

Jangan pernah meremehkan kesedihannya.

Saya sering mendengar, orang-orang yang menyikapi masa-masa kedukaan yang tengah dihadapi oleh seseorang dengan tidak berempati.

“Jangan kelamaan sedihnya!”

“Gitu aja, sedih. Mereka udah senang dengan Tuhan saat ini!”

“Berhenti meratap, sudah saatnya move on…”

Dan masih banyak kalimat-kalimat penguatan lain yang dikeluarkan oleh mereka.

Saya sangat terkesan dengan seorang sahabat dan rekan kerja, saat mengetahui kondisi keterpurukan saya saat itu.

Begini kira-kira, “Menangislah, Ms Nita. Saya tau itu pasti tidak mudah. Tidak apa bersedih. Saya belum tentu bisa ada di dalam posisimu saat ini dengan sikap selalu tersenyum seperti itu saat bekerja.”, seraya dia memeluk saya dan saya kemudian menangis sejadi-jadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun