Merenung sebuah inspirasi gaya hidup yang melawan arus dari seorang sosok ini. Terkenang dengan salah seorang dosen Psikologi yang sangat berkharisma, memiliki empati yang tinggi, dan inspiratif bagi saya pribadi. Saya yakin, semua teman-teman saya di civitas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang pun, pasti sependapat dengan saya. Beliau seorang tokoh dengan kepribadian yang sangat kuat, dikenal dengan nama M.L Oetomo.
Kalo kami di psikologi mengenal Sigmund Freud, sebagai bapak Psikologi dunia, dan mengajarkan teori fenomenal dengan andalan psikoanalisa-nya yang menjadi dasar ilmu  hipnosis, nah, kami punya Pak Oetomo, yang kami banggakan, sebagai bapak psikologi dan bapak kehidupan di hati kami sepanjang masa, dengan gaya hidup melawan arus dan penuh nilai kemanusiaan.
Banyak pembelajaran dan filosofi hidup yang kami dapat dari sosok ini. Kepribadian beliau yang humanis, sederhana, merakyat, berjiwa penolong, dan masih banyak hal baik lain yang menggambarkan sosok ini.
Beliau berprofesi sebagai Psikolog Klinis. Beliau juga salah satu founder Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijaparanata di Semarang. Dalam masa itu sependek pengetahuan saya, lulusan Universitas Indonesia ini, cukup aktif melakukan layanan kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Magelang, Jawa Tengah, dan mengisi acara malam konsultasi psikologis di radio Gajah Mada, Semarang, disamping menjadi dosen di kampus kami.
Menarik, karena sosok ini, amat sangat jarang saya temui. Â Beliau sering terlihat makan di sebuah warung kecil di seberang kampus kami, berbaur dengan mahasiswanya, namanya warung Ijo, seirama dengan cat warung tersebut yang juga bertempat di area yang dikelilingi rerumputan dan tumbuhan hijau.
Setenar dan sekaliber sosok seperti beliau, tidak enggan, makan di tempat yang tidak memiliki prestise dan berbaur dengan kami para mahasiswanya.
Saya sering melihat beliau (yang boleh dibilang sudah cukup sepuh) saat saya masuk di kampus ini, mengendarai sebuah vespa tua untuk menemaninya ke kampus. Saat itu sudah banyak dosen-dosen lain menggunakan kendaraan roda empat yang cukup nyaman dikendarai, di tengah terik Kota Lumpia ini.
Tak jarang beliau menggunakan angkutan umum berwarna oranye yang waktu itu melintas sangat jarang di depan kampus kami, sehingga beliau pun, sering menunggu angkutan tersebut bersama-sama mahasiswa yang juga menggunakan moda angkutan umum.
Bukan beliau tidak mampu, rumahnya saja ada di perumahan yang baik, di sebuah kawasan yang cukup elit di daerah atas Semarang. Tetapi jiwa sederhananya sangat melekat. Saya sih, sangat yakin, gak ada istilah gengsi dalam prinsip hidup beliau.
Beliau bertahan dengan gaya hidup sederhana dan penuh kontrol diri. Beliau memperlihatkan satu gaya hidup teladan yang kerap menabrak realita dan fenomena kekinian.