Beliau Guru, yang tidak hanya mengajar secara teori, tetapi juga menghidupi dalam laku kehidupannya, sehingga itu mampu menjadi sebuah pedoman hidup, setidaknya, untuk kami, mantan mahasiswanya.
Selalu memberikan sapaan, senyum, dan anggukan kepala, sebagai sebagai gaya dan ciri khas beliau sekaligus teladan kerendahan hati, kepada kami semua untuk bersikap ramah dan rendah hati kepada siapapun yang ditemui.
Kepribadian kuatnya menandai kedewasaan batin dan pencapaian pengalaman hidup yang sudah sangat tinggi. Hidup sebagai sebuah cawan air untuk dibagikan kepada orang lain. Hidup bukan dijalani hanya semata sebagai orientasi pada diri sendiri dan alat untuk mencapai nafsu pribadi.
Menjadi seorang psikolog klinis di sebuah rumah sakit jiwa, merupakan pilihan hidup untuk menghamba pada insan-insan terpinggirkan yang juga membutuhkan uluran tangan dan kasih kita.
Untuk mengasihi, mencintai, mengagumi orang yang “normal”, sehat, cantik, pintar, populer, kaya, sangat mudah. Beliau memilih untuk memberi hidup pada orang-orang yang biasa diberi stigma. Kasih yang tidak melihat situasi, apapun keadaanya, tetap mengasihi.
Beliau mengajarkan untuk mengasihi tanpa batas, tak melihat kondisi, tetap mengasihi walaupun kasih itu mungkin saja tak berbalas.
Kepribadian kuatnya mengajarkan untuk tidak terbawa arus hidup, bertahan dalam badai hidup, bahkan melawan arus dengan teladan perilakunya.
Buat saya, beliau lebih dari Sigmund Freud. Beliau tidak hanya memberikan kuliah melalui bahan bacaan bukunya saja, tetapi beliau menampilkan perilaku nyata yang bisa menjadi sebuah sumber inspirasi terbitnya sebuah buku kehidupan di hati kami semua.
Mata kuliah kode etik psikologi disampaikan bukan hanya melalui perkataan, tetapi terlihat jelas dalam cara beliau memperlakukan orang lain dengan penuh rasa respect dan harga yang tinggi. Tak banyak bicara memang, cukup melihat perilakunya, seperti terhipnotis untuk ikut berperilaku baik.
Jarang sekali kami bolos dalam mata kuliah yang diampunya, sayang sekali melewatkan satu pun pertemuan dengan beliau. Beliau seringkali tidak searus dengan fenomena yang ada memang, tetapi kami merasakan esensi itu benar adanya dan sarat dengan nilai yang seharusnya kami tapaki juga.
Tak perlu mengenyangkan gengsi, tak penting selalu ikut-ikutan hanya untuk diterima dalam sebuah komunitas, jadilah diri sendiri, tiap kita pasti punya peran.