Sore itu, rutinitasnya masih sama. Na sudah lama tidak menggunakan media sosial. Dia hanya memakai fasilitas telpon sms.
Begitu matahari condong ke barat, sedikit lagi akan tenggelam, Na baru pulang berobat. Di depan rumahnya, seorang lelaki dengan postur yang sangat familiar menyambut Na.
"Maaf, aku sudah berusaha menghubungimu lewat pesan di media sosial namun kau tidak pernah membalas dan aku menyusulmu hingga ke sini."
Li, lelaki itu. Kekasihnya setahun lalu menghilang tanpa kabar. Kekasih yang sudah mempersiapkan pernikahan namun terputus pada segala komunikasi. Nyatanya? Sore terakhir panggilan video mereka, hujan lebat. Musibah melanda kampung Li, Na tau itu dia mencoba mencari kabar tapi hasilnya nihil. Keluarga Li adalah salah satu korban. Syukurnya mereka semua selamat meski harus terlunta-lunta beberapa purnama karena musibah itu. Li baru bisa mencari Na sekarang setelah semuanya membaik.
"Kau bertanya siapa yang akan menikahi perempuan sakit yang mengigil saban sore bukan? Maka pada sore juga aku ingin kau menikah denganku, aku tidak peduli kau sakit atau sehat. Aku menikah karena orangnya kau, bukan yang lain"
"Tapi kenapa?" Na sesegukan
"Karena aku memilihmu. Aku mendapati kabar dari media yang menuliskan seorang perempuan lumpuh masih mengajar dan ketika kuperhatikan itu kau, dibubuhkan alamat di sana. Aku tidak menyangka kau pindah!"
"Aku harus berkomentar apa?"
"Terserah kau. Aku butuh jawabanmu dan kuharap jawabannya iya. Aku sudah menempuh perjalanan 21 jam penerbangan pesawat, 8 jam perjalanan darat untuk menemuimu!"
Ibu Na mulai menderas tangisannya. Lantas tanpa basa-basi memeluk Li.
"Terima kasih sudah mencari gadis keras kepala kami. Dia tidak pernah berhenti bekerja sekalipun sakit. Dia tidak pernah mengeluh pada semuanya."