Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Selubung Kabut

27 November 2015   23:59 Diperbarui: 28 November 2015   00:45 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nisrina Sri Susilaningrum, no. 09

 

“Dor!!!”

Letusan pistol itu menyadarkanku. Dr. Jalal terduduk di depan pintu dengan kepala berlubang. Pikiranku bergerak cepat, aku harus membereskan mayatnya. Kuambil jas praktek dan kemejanya serta jarum suntik yang tergeletak tak jauh dari kakinya.

Kupotong rambutku hingga pangkal leher dengan belati pembelian Ran, kuambil kacamata yang tergantung di dada dr. Jalal. Dengan tubuhku yang kurus, rambut cepak, dan kacamata, sepintas mereka tak akan menyangka bahwa aku termasuk pasien rumah sakit ini.

Kriiiiiiiiiiiiiiiing…

Tiba-tiba terdengar dering alarm kebakaran di kejauhan. Pintu kamarku terbuka secara otomatis, bersamaan dengan semburan air dari plafon kamar. Dengan santai, aku melangkah menuju ruang arsip rumah sakit. Di sekelilingku orang-orang kalang kabut keluar ruangan, terutama perawat dan dokter, sedangkan pasien masih banyak yang santai di kamarnya. Tak menyadari bahaya.

Entah mengapa kakiku bisa tepat melangkah menuju ruang arsip, sepertinya sudah amat hafal dengan rumah sakit ini. Kucari file dengan nama Anna Kalashnikov, dan segera kutemukan di file VVIP. Tumpukan berkas tebalnya hamper 30 cm. tanpa pikir panjang semuanya kumasukkan dalam tas kerja dr. Jalal.

Ketika akan keluar, aku baru sadar ternyata ada seseorang yang sedari tadi mengamatiku.

“Ran?” seruku dengan agak kaget.

“Tak usah kaget begitu, aku hanya ingin memastikan bahwa kau memang telah mengubah penampilanmu.”

“Apakah kau akan membunuhku sekarang, Ran?” tanyaku.

Dia mengangguk, kemudian menutup pintu ruang arsip dan menguncinya. Aku waspada, dia mulai bergerak mendekat, namun kulihat dia tak membawa senjata.

“Kau tahu Rhein, apa yang paling menyebalkan dari semua ini?” tanyanya serius.

“Namaku Anna, bukan Rhein.”

“Baiklah, Anna, bagaimana menurutmu?”

“Menurutku semuanya terlihat amat menyebalkan, apalagi kau, dalam benakku kau sudah mati. Mengapa sekarang malah hidup dalam alam nyataku?” sungutku

“Kau heran, hahaha…?” tawanya amat memuakkan, tawa kemenangan yang mengejek.

“Baiklah, sebelum kau mati penasaran, akan kuceritakan satu hal yang mungkin bisa mengobati rasa penasaranmu itu.”

Aku hanya bisa diam, aku tahu ini adalah kesempatan untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Karena kepada orang yang sudah di ambang kematian, seseorang jarang berbohong.

“Kau adalah agen ganda, Anna.”

“A…gen gan…da? Maksudmu” kataku tak mengerti

“Kau adalah intelijen Rusia sekaligus Indonesia, karena identitasmu bocor, seseorang ingin melindungimu, sehingga  menempatkanmu di rumah sakit ini, agar aman dari incaran pihak Rusia.”

“Setelah MPD, sekarang agen ganda, setelah ini apalagi? Oh, sepertinya kau sengaja ingin membuatku benar-benar gila seperti dr. Jalal selama ini?” ucapku

“Hahaha…ternyata kau tak percaya, kaupikir agen ganda itu hanya ada di film atau kisah fiksi?”

Aku mengangguk pelan. Aku benar-benar bingung dengan hidupku saat ini.

Ketika Ran telah sampai di depanku. Aku mundur pelan dengan waspada.

“Kalau memang itu benar, mengapa kau bisa tahu seluruh kisah hidupku, Ran?” tanyaku

“Karena kau amat istimewa bagiku.” Ran tersenyum amat manis, dan sedetik kemudian ia menelan sesuatu dengan cepat, kemudian tubuhnya rubuh.

“Raan...” teriakku sembari mencoba menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke lantai. Aku kaget, karena tubuhku dengan ringan dapat menangkapnya tepat waktu sebelum jatuh ke lantai.

“Maafkan aku, Anna. Aku tak sanggup membunuhmu.” Ucapnya di sela nafasnya yang tinggal satu-satu.

“Ran, jangan banyak bicara dulu. aku akan menolongmu.” Ucapku gusar

Dia menggeleng lemah, “Ingatlah satu hal, Anna. Jangan pernah percaya pada siapapun.”

Aku mengangguk pelan sesaat sebelum kepalanya terkulai di lenganku. Pelan-pelan kuletakkan tubuhnya di lantai. Segera aku keluar ruangan beserta berkas yang kucari. Orang-orang masih kalang kabut.

Tujuanku hanya satu, pintu keluar rumah sakit ini, mumpung semua pintu belum terkunci otomatis karena alarm kebakaran tadi.

Setelah melewati gerbang dengan tenang, aku segera berjalan mengikuti jalan raya ke arah Barat. Tiba-tiba sebuah Rolls Royce model terbaru berhenti tepat di sampingku. Pintu penumpangnya terbuka, dan tampaklah seuntai senyum dari lelaki berwajah hangat. Aku terpana sesaat, dan dia menawariku tumpangan. Tanpa pikir panjang, aku mengangguk.

Kami berjalan dalam diam, aku sibuk dengan kejadian yang menimpaku akhir-akhir ini. Sedangkan dia tampak menikmati hutan cemara di kiri-kanan jalan raya ini.

*****

Lereng gunung berketinggian 3100 mdpl, di sebuah rumah yang terbuat dari kaca anti peluru. Seorang wanita berwajah aristokrat, dengan tulang pipi tinggi serta rambut kelabu yang disanggul rapi. Dia menikmati pemandangan salju di luar rumahnya dengan secangkir white frappe. Roti kering Belgia terhidang di piring keramik made in China.

Matanya jauh menerawang menembus kabut dingin di atas pinus-pinus berselimut salju. Terdengar dering lembut ponselnya, dia menekan layar, kemudian terdengar suara “RN V gagal, AK 47 lenyap,”

“Kalau begitu cari dia sampai ketemu, aku ingin dia dibawa kemari segera.”

“Baik,” ucap yang di seberang sana

*****

“Sebaiknya kau istirahat saja sampai besok, setelah itu kau mau pergi kemanapun akan kuantar.”

“Terima kasih,” ucapku

Aku ditempatkan di sebuah kamar dengan langit-langit tinggi. Jendela, pintu, kepala tempat tidur, dan meja terbuat dari kayu jati dengan beberapa ukiran yang indah. Kamar ini dilengkapi dengan kamar mandi bernuansa modern.

Aku memilih mandi dan ganti baju. Rasanya nyaman sekali. Aku duduk di tempat tidur dan membuka tas dr. Jalal.

Berkas-berkas data diri dan foto-foto, terpampang jelas di hadapanku. Ada beberapa fotoku di sana, dengan kode di bawahnya AK 47. Foto Ran juga ada, di bawahnya tertulis kode RN V, kemudian aku sampai pada sebuah wajah, ya...wajah lelaki hangat itu. Di fotonya terdapat lingkaran merah tepat di kepalanya dan tanda silang. Kode di bawahnya adalah N 125.

Kepalaku pusing karena terlalu banyak kode bertebaran. Akhirnya aku memilih tidur setelah sebelumnya membereskan berkasku.

Keesokan harinya, si wajah hangat mengajakku pergi ke suatu tempat.

“Bawalah segala keperluanmu, mungkin kita tak akan kembali lagi kemari.” Aku mengangguk

Rasanya baru kali ini aku terbang menggunakan jet pribadi, namun mengapa sepertinya hal ini sudah biasa?

Kami tiba di hanggar, di sebuah tanah yang amat lapang di punggung gunung bersalju. Si wajah hangat menggandengku menuju ke dalam rumah kaca di lereng gunung. Kami berjalan karena tak ada kendaraan lagi yang bisa melewati jalan ini.

Rumah kaca itu amat anggun.

Madame, saya sudah membawanya.”

Wanita aristokrat itu berbalik, dan tersenyum.

Aku tersentak, “Mama...?”

“Ya, lalu apa? Kau akan berlari dan memelukku? Hmm...jangan harap, karena sesuai dengan profesi kita, ikatan keluarga hanya akan melemahkan.”

Hatiku seperti teriris, kulirik si wajah hangat, dia tak menunjukkan ekspresi apapun. Ternyata benar ucapan Ran, jangan pernah percaya pada siapapun.

“Apakah ayah tahu, Ma?”

“Justru karena ia terlalu banyak tahu, ia harus mati.”

Kini aku tahu yang sebenarnya, dan semakin aku tahu, semakin kuterdiam. Kulangkahkan kaki keluar ruangan. Samar terdengar suara Mama menyuruh si wajah hangat untuk mengikutiku. Entah apa maksudnya, kalau memang aku hanya melemahkannya. Mengapa tak dibiarkannya aku pergi.

Tak peduli salju, tak peduli kabut, aku berjalan dan terus berjalan. Menembus malam berbalut salju kelam.

Kabut lindungilah aku, aku ingin menghilang bersamamu.

Awan ajaklah aku kemanapun kau berarak pergi.

Bulan...janganlah kau mati sebelum mengajakku bersamamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun