Perjalanan kedua, mereka lanjutkan berjalan sambil melakukan hitching (bahasa kerennya menumpang) agar mendapatkan tebengan mobil. Mereka pun sampai di kota Bandar Lampung, tetapi Baduy mengalami nasib nahas yaitu kehilangan dompet. Dua hari dan dua malam di Bandar Lampung, mereka melanjutkan perjalanan menaiki bus dari Lampung ke kota Padang.Â
Sesampainya di kota Padang, mereka menaiki mobil angkutan umum untuk mengunjungi Pantai Air Manis. Pantai tersebut terkenal dengan cerita rakyatnya yaitu Malin Kundang karena terdapat batu berbentuk manusia sedang bersujud seperti memohon ampun yang dipercayai sebagai Malin Kundang (anak yang dikutuk oleh ibunya karena telah durhaka).
Perjalanan pun mereka lanjutkan ke Bukittinggi dengan menaiki bus untuk mengunjungi Danau Maninjau (Lawang Park). Kemudian pergi ke kota untuk melihat jam Gadang (simbol Bukittinggi).Â
Satu malam berlalu, mereka melanjutkan perjalanan ke daerah Sibolga, kota penghubung antara mereka dan Nias menjadi pilihan destinasi yang mengharuskan mereka menaiki kapal feri.Â
Kata seorang bapak berkata kepada mereka, jika orang Nias masih percaya ilmu hitam sehingga mereka harus hati-hati agar bisa pulang. Mereka singgah di Pantai Sorake untuk mengobati lelah selama perjalanan dan mereka berjumpa dengan Erlita (seorang anak kecil yang memiliki bakat luar biasa dalam musik).
Tujuan mereka selanjutnya yaitu Bawomataluo (desa yang masih menjaga keasrian adat Nias). Bawomataluo berarti desa matahari yang berlokasi di kecamatan Fanayama, Nias Selatan.Â
Desa ini menarik karena terdapat Fahombo (susunan batu-batu membentuk persegi panjang setinggi dua meter yang menjadi tradisi untuk dilompati oleh para lelaki Nias). Sesampainya di Bawomataluo, mereka disambut dengan baik oleh warga setempat sehingga menepis anggapan buruk terhadap orang Nias. Mereka pun menginap di rumah Bang Paiman.Â
Terdapat pengalaman menarik yang dialami penulis yaitu mandi di tempat pemandian massal dalam hutan. Penulis diajak mandi oleh Ilwan sehingga mereka mandi dengan banyak orang (khususnya laki-laki), tempat laki-laki dan perempuan dipisah. Tetapi, jika terdapat laki-laki yang mengintip perempuan sedang mandi maka akan dikenakan hukuman berat yaitu mentraktir satu desa. Keesokan harinya, mereka menyaksikan Ilwan melompati Fahombo yang menjadi pekerjaan Ilwan di sana untuk menghibur para turis dengan atraksi tersebut.
Selama perjalanan kedua, mereka berhasil mengabadikan momen dengan kamera yaitu mencari tumpangan mobil (Bakauheni), Danau Maninjau (Lawang Park), penampakan anak-anak bergembira (pelabuhan Sibolga), Rumah Raja (Bawomataluo), Malin Kundang (pantai Air Manis), Â Erlita (pantai Sorake), dan Ilwan melompati Fahombo (Bawomataluo).
3. Sawala (debat, bantah, diskusi). Bab ini menceritakan tentang kelanjutan perjalanan mereka dari Nias ke Pulau Samosir dengan tujuan mengunjungi Titik Nol Kilometer Indonesia.
Perjalanan ketiga, mereka lanjutkan ke Pelabuhan Tomok, Pulau Samosir yang menyimpan sejarah suku Batak (suku ini bermukim di daerah Tapanuli dan Sumatera Timur sejak tahun 2500-an yang lalu sebelum akhirnya bermigrasi ke Sumatera Utara).Â