Mohon tunggu...
Nirmala Dara
Nirmala Dara Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Sebetulnya, ini adalah akun alternatif yang penuh kekacauan.

Selanjutnya

Tutup

Kkn

Dari Ondel-Ondel sampai Mozart Koplo

1 Juni 2024   22:02 Diperbarui: 8 Juni 2024   01:05 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KKN. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Meski kelas calistung berlangsung pukul sepuluh pagi, aku harus sedia di RPTRA satu jam lebih awal untuk mempersiapkan semua. Di sinilah beragam hal di Johar Baru mengejutkanku. 

Para pengelola menyediakan ruangan kosong untukku bersiap. Manakala media virtual sedang kupersiapkan, aku terkejut oleh suara rebab nyaring, lengkap dengan gendang mengiringi lagu Jali-Jali. Aku mengintip keluar, rupanya rombongan Ondel-Ondel tengah melintas. Seorang yang berjalan paling belakang menjinjing bekas kemasan sabun cuci piring, menadahkannya ke kanan-kiri jalan.

Terbersit dalam benak satu keping cerita anak tentang Ondel-Ondel gagah pada zaman Belanda. Kenapa kostum yang dulu megah itu, yang diciptakan pada masa perjuangan untuk menakut-nakuti para penjajah Belanda, kini harus berkeliling dengan busana seadanya, menadah receh dari orang-orang demi menyambung makan? Apakah baik-baik saja mewarisi seni yang begitu berjasa untuk kemerdekaan demikian caranya?  

Lalu tiba-tiba alisku berkerut. Tunggu sebentar, ini 'kan pandemi? Mengapa rombongan itu beramai-ramai menciptakan bising, berjalan rapat, tanpa masker mulut pula?

Kerasak laptop membuyarkan pikiranku. Aku mendadak lupa akan rombongan Ondel-Ondel dan segera kembali ke layar hanya untuk disambut makian rekan kelompokku, "Lo kemana, sih? Udah lewat sepuluh menit Zoom-nya nyala, lo gak ngomong apa-apa!"

***

Aku memaksakan senyum lima jari selama kegiatan berlangsung. Didampingi Pak Dosen Pengampu, aku menjadi moderator antara dirinya dengan rekan-rekan kelompokku di layar proyektor. Ini pertemuan yang kedua, dan kulihat anak-anak itu makin antusias mendengarkan. Bibir mereka mangap, mata mereka berbinar. Kadang-kadang, senyum lima jariku menjadi tulus kalau kulihat kelakuan polos bocah-bocah itu.

Melalui jendela kaca di belakang mereka, kulihat para ibu tengah menonton dari luar. Satu dari mereka tampak begitu mencolok. Kulitnya kuning langsat, rambutnya disanggul, lengkap dengan kebaya encim dan songket. Payung Betawi pula dikenakannya. Mata kami berserobok, ia tersenyum sopan dan mengangguk ke arahku. Kubalas serupa. 

Heran, zaman sekarang masih ada yang mengenakan pakaian tradisional itu? Lagi-lagi, wanita itu tak bermasker. Sungguh bebal orang-orang Johar Baru ini. Awas saja kalau sampai aku tertular Covid-19.

***

Lain hari, persis ketika baru saja kujejakkan kaki di lantai RPTRA dan sudah membuka Zoom meeting bersama rekan kelompokku, hujan deras turun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun