"Ya bisa saja. Kenapa tidak?"
"Itu kalau kamu. Nah untuk perempuan tidak bisa," katanya ragu.
"Loh hukum itu dibuat oleh siapa yang berkuasa. Pada zaman Mesir Kuno, dan zaman Veda di India kehidupan poliandri berlangsung ribuan tahun. Lalu berubah sekarang yang dilegalkan poligami. Ini soal persepsi saja," jelasku.
"Ya sudahlah Mas aku ikuti saja..."
"Jangan ikuti aku. Ikuti kata hatimu. Cinta tidak bisa aku sendiri. Harus ada kamu. Jadi ini kesepakatan dan cinta kita berdua.."
"Iya cinta kita!" katanya.
Akhirnya kami sepakat untuk menjalani kehidupan bersama dengan berbagi cinta selamanya. Aku mencintainya sampai langit tertinggi alias sundul langit. Aku sungguh ingin selalu berbagi kehidupan setiap saat. Namun aku juga paham dan menyadari bahwa kami harus berbagi. Berbagi dengan keluarganya dan keluargaku. Itulah kehidupan yang begitu indah dan memberikan warna baru bagi kehidupan.
"Sayang, tak semua orang beruntung seperti kita. Menikmati indahnya cinta yang luar biasa pada usia matang kita.." kataku meyakinkan dirinya.
"Mas rasanya aku tak percaya kau hadir dalam hidupku," katanya sambil memeluk tubuhku.
"Iya ini semua adalah rencana dari Allah. Aku bersyukur bertemu mantan pramugari yang jelas cantik dan menarik. Duh indahnya. Kita jalani dan nikmati, Sayang."
"Ya."
Sore itu matahari menyinari bangunan Sol Elite Marbella di pantai Serang, Banten. Dari balkon yang menghadap ke lautan dan Selat Sunda tampak matahari berwarna kemerahan. Indah sekali. Aku rapatkan tubuhku padanya. Aku sadar kami di luar ruangan. Pada saat mentari tenggelam di ufuk barat, aku rengkuh tubuh indah istriku dan aku bopong masuk ke dalam kamar nomor 107. Dan lautan keindahan cinta berpadu di dalamnya. Aku dan dia menikmati rasa keindahan cinta sebagai perwujudan surga di dunia. Sungguh indah.