"Melawan ketidakadilan adalah tanggung jawab bersama. Keberanian dan solidaritas adalah kunci untuk perubahan positif."
Desa Sukamaju adalah desa yang damai dan tenang, diapit oleh hamparan sawah yang hijau dan pegunungan yang menjulang. Penduduknya hidup sederhana, bergantung pada hasil pertanian dan peternakan. Di tengah desa, berdiri sebuah masjid tua yang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Masjid itu adalah kebanggaan desa, tempat di mana semua penduduk berkumpul untuk beribadah dan bermusyawarah.
Pak Ustad Hadi adalah imam masjid yang dihormati oleh semua orang. Beliau dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan tegas dalam menjalankan ajaran agama. Setiap Jumat, masjid penuh dengan jamaah yang datang untuk mendengarkan khutbah Pak Ustad. Beliau selalu menyampaikan pesan-pesan moral dan kebaikan, mengingatkan penduduk untuk hidup jujur dan bekerja keras.
Namun, kebahagiaan dan kedamaian desa mulai memudar ketika Pak Kades, kepala desa yang baru saja terpilih, mulai menunjukkan sikap yang tidak adil. Pak Kades adalah seorang yang ambisius dan serakah. Ia menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri, mengambil keuntungan dari proyek-proyek desa dan merampas tanah milik penduduk dengan dalih pembangunan.
"Sungguh tidak adil, Pak Ustad. Pak Kades mengambil tanah milik keluarga kami tanpa ada ganti rugi yang layak. Apa yang harus kami lakukan?" keluh Pak Budi, seorang petani yang tanahnya diambil paksa oleh Pak Kades.
Pak Ustad Hadi menghela napas panjang. "Kita harus berani melawan ketidakadilan ini, Pak Budi. Saya akan bicara dengan Pak Kades dan meminta kejelasan. Jika perlu, kita akan bawa masalah ini ke tingkat yang lebih tinggi."
Namun, usaha Pak Ustad dan penduduk untuk mendapatkan keadilan tidak mudah. Pak Kades menggunakan kekuasaannya untuk menekan dan mengintimidasi siapa pun yang berani menentangnya. Ia bahkan menyuap beberapa pejabat agar melindungi tindakannya.
"Pak Ustad, saya takut. Pak Kades mengancam akan mencelakai keluarga saya jika saya terus melawan," kata Ibu Siti dengan wajah cemas.
Pak Ustad Hadi merasa sedih melihat penderitaan penduduk desa. Ia tahu bahwa ketidakadilan ini harus dihentikan, tetapi ia juga menyadari betapa sulitnya melawan kekuasaan yang korup.
Suatu hari, seorang anak muda bernama Aji datang menemui Pak Ustad. Aji adalah seorang mahasiswa yang sedang pulang kampung. Ia mendengar tentang ketidakadilan yang terjadi di desa dan merasa terpanggil untuk membantu.