"Ho-oh, bener! Ternyata sangat enak!" timbrung sulung sambil mencecap-cecap menjilati pongge, Â si isi durian, sampai licin. Bersih. Tandas tak bersisa!
"Nak, Mama tahu cara agar tidak mendem! Dikasih tahu sama Mbah Buyut saat masih kecil dulu! Gini ...."
Sambil kupraktikkan teori dari leluhur: kulit durian yang sudah habis atau kosong, lekukannya kuisi dengan air minum matang, lalu kugunakan cuci tangan dan langsung kuminum.
"Ha? Kok, jorok gitu!" protes kakak kedua.
"Jorok gimana? Kan memang begitu yang Mama peroleh. Teori ini sudah dibuktikan berhasil secara turun-temurun, loh! Kalau mau mempraktikkan, gunakan sisi yang sini, kan kulit ini tadi sudah dipakai Mama!"
"La, ya memang begitu caranya agar tidak mendem!" imbuh suami sambil mengambil buah dan langsung menikmatinya.
"Ooo, gitu!" sambut kakak sulung.
Begitulah keasyikan kami. Akan tetapi, meski berada dekat dengan kami, si bungsu bergeming. Oleh karena itu, ia tidak mengenal rasa enak buah-buahan. Kini setelah berusia hampir kepala empat, si bungsu yang masih berada di negeri orang tersebut bereksplorasi dalam segala hal. Termasuk mencicipi dan menikmati segala rasa buah yang saat masih kecil dihindarinya. Â
***
"Ma, ada dapat parcel nggak?" tanya bungsu melanjutkan berita melalui WhatsApp.
"Ada, dong! Mama Papa dapat parcel ingkung ayam dari teman Papa, keluarga alm. dr. Bawono  yang mengoperasi  Papa dulu!"