***
Berbeda dengan kedua kakak lelakinya, si bungsu ini saat masih kanak-kanak hingga remaja suka pilih-pilih makanan. Persis seperti ayahnya. Jika tidak berminat, tidak mau mencicipi, dan langsung mengatakan, "Ogah, emoh!" Â Jika ditawari mencicip, langsung geleng-geleng menghindar sambil mencebik.
"Itu dah, modelan Papa menurun ke anak!" kataku.
"Dik, padahal ini enak, loh!" salah seorang kakak membuatnya iri sambil pamer memakan dekat-dekat di depannya.
"Baunya saja begitu, mana enaknya!" sahutnya dari tempat agak jauh.
"Loooo, belum tahu dia! Durian ini bisa bikin ketagihan! Bahkan sepupu Mama saat masih kecil di rumah si Mbah Ketro pernah mabuk alias mendem saking kebanyakan makan! Mendem loh, bukan mendhem! Mendem itu mabuk, kalau mendhem itu mengubur!" kataku.
"Lo, kok bisa? Apa keracunan? Berarti ini berbahaya, gitu?" selidik kakak kedua.
"Iya, karena enak, dia makan kebanyakan! Berbahaya kalau terlalu banyak, apalagi tidak tawar atau alergilah gitu-gitu ...."
"Huuhh! Sekalipun diiming-iming, aku enggak tertarik! Sekali enggak, ya enggak!" dengan sewot bungsu menjawab obrolan kami yang sedang asyik makan durian.
"Mau dibukakan lagikah?" seru suami menawari kami bertiga yang sedang menikmati durian buah tangan darinya. "Kalau mau kubukakan!" tantang suami lagi.
"Hmmm, mau! Enak banget ini!" seruku.