Lagi, lagi dan lagi Cerpenis lihai sekali membuat perasaan pembaca seperti naik rollercoaster, siklus perasaan terasa diobrak-abrik kadang tinggi, rendah, tengah-tengah, variasi dari itu semuanya adalah membaca cerpen itu sambil menitikkan air mata sendirian di dapur dulu tempat ibu senang sekali memasak Nasi Goreng rasa Istimewa pedasnya bukan kepalang. (Ini karangan saja ya! Hehe).
Solusi yang coba disampaikan tokoh, terasa seperti solusi terakhir? Di mana telah banyak solusi lain yang tak membuahkan hasil apa-apa. (Ibu, apa sudah coba Metode Sistem Kalender?, hahahhahah). Pusing baca cerpen ini, sudah belum punya anak, sakit pula, duh! Makin menjadi-jadi .
Mengakhiri cerita yang tak manis
Saya tidak tahu, apakah pembaca lain akan sama. Di akhir cerita, saya marah, muak, tak sampai hati ada suami tega seperti itu. Nikah siri! Tanpa izin, tanpa berterus-terang. Sudah jatuh dari pohon, ketiban tangga, terus digigit ular, eh mati
Yang sabar ya ibu, begitulah hidup. Cerpen ini terasa seperti mempertanyakan di manakah keadilan itu? Siapa yang punya timbangan keadilan selain Sang Pencipta Agung? Beritahu!
Saya suka. Penutup cerpen ini tak biasa. Lebih dari mengejutkan.
Memang tiap kalimat yang mengantar pada kenyataan pahit itu terasa seperti memberi daya bayang tapi tetap saja ada daya bayang lain yang tak kita tahu jika tak berani maju, untuk tahu apa akhir dari cerita ini.
Ibu, cerpen ini menunjukkan jam terbang, penguasaan Bahasa Indonesia yang telah mantap, pengalaman segudang, dan lain, lain, lainnya. Senangnya, bisa baca cerpen gratis rasa premium! Saya kasih emoticon seratus 4 buah , Uti.
*masih banyak yang perlu diulas, tapi karena si pengulas mau sarapan, jadilah segini dulu, perut sudah berdetak, lidah tak karuan hehe.
************End************
Semoga bermanfaat, khususnya bagi diri ini untuk lebih berbenah dalam penulisan cerpen selanjutnya. Amin.Â