Lagi, lagi dan lagi, Uti. Selalu mengawali kebermulaan dengan sesuatu yang "duarrrrrrr" merujuk pada calon pembaca sudah dibuat larut sejak paragraf pertama. Bagaimana tidak, dengan sangat pintar Uti, angkat ide pokok tentang kebebasan. Saya suka, saya beri .
Kebebasan adalah sesuatu yang diperjuangkan
Nugi, anak semata wayangnya yang ia nanti dengan penuh perjuangan dan derasnya air mata (huhuhu). Uti, mengurai sudut pandang umumnya orang tua, bahwa anak sekolah haruslah menyesuaikan perilaku layaknya usia sekolah. Tapi, saya pikir ini adalah relatif. Kepada perangai dan siapa orang tua atau keluarga melaksanakan parenting. Â
Menariknya adalah sejak awal paragraf, Melaju ke paragraf lain, Cerpen Uti, kaya akan pelajaran hidup. "Sesuatu yang kita perjuangkan kadang bukan membawa bahagia, malah menyusahkan alih-alih petaka" hehehe. , saya jadi belajar juga, secukupnya. secukupnya. secukupnya. semua akan melukai kita pada waktunya. Jika dengan secukupnya saja, maka mungkin luka kan bisa ditakar dan diberi penawar. Syukur-syukur bukan ular berbisa.
Penyebab Anak Nakal
Cerpen ini mengurai bahwa salah satunya adalah broken home, ekonomi terbawah. Membuat lingkungan dalam hal ruang dan waktu menjadi keras dan tidak adil pada anak yang harusnya belumlah pantas memasuki, membuka gembok gerbang kehidupan sesungguhnya.
Teman sekelas dan guru pengampu a.k.a Wali Murid
Merekalah yang sebanyaknya berdampak terhadap pribadi anak orang tua. saat lingkungannya tidak mendukung, malah intimidasi maka hancurlah sudah, jika mendukung akan membawa pada semangat tinggi belajar siswa. Uti, secara tak kasat mata ingin bilang, pilih-pilih itu wajib, jangan ngasal!
Anak lebih mendengarkan orang lain ketimbang orang tua
Ini pelajaran yang utama, saya yakin di masa lalu anggota disini pun merasakannya. Kalau dibilangin sama babeh, enyak, dah lah, masuk tenggorokan keluar di betis (eh). Uti, disini ingin sampaikan, biarin amat anak bandel, Â biar lingkungan luar yang beri dia paham.