Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Menjemput Pelangi

10 November 2024   18:23 Diperbarui: 15 November 2024   14:12 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen: Menjemput Pelangi
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"Wah, untung kamu pulang tepat waktu! Bantu-bantulah mempersiapkan pernikahan kakakmu, Nduk!"  komentar salah seorang kerabat menyambut kedatangan Pelangi.  

Kepulangan  kali ini membuat hatinya sangat bahagia. Terasa tanpa beban. Tidak  sebagaimana sebelum-sebelumnya. Kini tugas sebagai mahasiswa sudah selesai, tinggal bersiap-siap mencari pekerjaan.  

Jika masih bisa, ia akan melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Itu karena Pelangi ingin memperdalam ilmu. Cita-cita menjadi dosen masih bercokol di hati dan pikiran juga.

Sambil menunggu wisuda yang akan digelar tiga bulan mendatang, Pelangi menghubungi beberapa teman yang memiliki chanel lowongan pekerjaan. Malahan, beberapa teman memberikan rekomendasi beasiswa ke mancanegara.

"Kamu masih muda dan cukup pintar, Angi! Lanjutkan saja kuliahmu!" pesan beberapa dosen di kampus sebelum perpisahan jurusan.

Demikian juga tutur beberapa sahabat dekat yang mengetahui prestasi dan sepak terjangnya.

***

Kurang dua hari pesta pernikahan sang kakak sulung hendak digelar. Persiapan sudah 95%. Tinggal menunggu kepulangan Rinai dari Medan. Seminggu lalu, karena tugas kantor mendadak, putri sulung itu harus terbang ke Medan dalam rangka pembukaan kantor cabang baru. Tugas yang tidak bisa ditolak.

Sesuai pernikahan adat Jawa, pagi itu bleketepe sudah dipasang oleh kedua orang tua si gadis. Malam nanti pengantin wanita hendak didandani sebagai bidadari pada acara midodareni. Akan tetapi, hingga menjelang pukul tiga sore, sang calon mempelai wanita belum tiba. Dikabarkan bahwa pesawat masih delay karena cuaca buruk.

Tentu saja, keluarga besar, khususnya kedua orang tua, panik bukan main. Undangan sudah disebar, acara sudah ready. Akan tetapi, calon pengantin belum berada di tempat.

Tetiba ayah dan ibu mengajak Pelangi memasuki kamar pribadi mereka.

Sambil berurai air mata, di hadapan suami dan putri kedua tersebut, ibu bertutur perlahan.

"Angi ... tolonglah ayah dan ibumu ini, Nak. Selamatkanlah muka kami. Gantikanlah posisi kakakmu yang belum tiba sampai detik ini. Bersedialah untuk menjadi pengganti pengantin, ya, Nak!"

Pelangi sangat terkejut. Tidak menduga sama sekali kalau sang ibu meminta menggantikan menjadi mempelai. Syok! Pelangi lemas tanpa daya. Netra pun mulai merebak siap menjatuhkan embun.

"Benar, Nak. Kami tidak pernah meminta apa-apa darimu, 'kan? Kali ini saja ... tolonglah selamatkan kami! Muka kami, nama keluarga besar dan martabat kita. Tolonglah kami, Angi!" pinta sang ayah dengan suara bergetar terbata-bata.

Melihat ayah dan ibu terisak pilu seperti itu, Pelangi tidak bisa berbuat lain.

"Jangan anggap ini sebagai malapetaka bagimu, Nak! Kami yakin ini adalah awal berkah Allah yang diperuntukkan bagimu!" peluk kedua orang tua tersebut membuat hati Pelangi luluh.

"Jangan berpikir negatif, Nak. Selamatkan saja muka kami," imbuh sang ayah.

Pelangi mengangguk lemah. Hatinya teraduk-aduk sempurna. Berbaur haru biru. Isi kepalanya blank!

Benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan menikah secepat ini. Dengan cara yang tidak pernah dipikirkan pula. Apalagi dengan seseorang yang sama sekali tidak dikenal, baik secara fisik maupun psikis.

Di dekapan kedua orang tua, Pelangi pasrah.

"Baiklah, Ayah ... Ibu ... Pelangi siap. Semoga Kak Rinai cepat pulang," lirihnya.

Ketika tukang rias datang, Pelangi siap didandani. Semua keluarga salut dengan keputusan putri kedua  yang bersedia menyelamatkan situasi tersebut.

***  

Di rumah calon besan, terjadi keributan pula. Gege, sapaan sayang Gema Wicaksono, putra sulung keluarga Purbo Subroto tidak sedang berada di tempat. Padahal, sore itu ia siap diantar untuk menikahi Rinai Permatasari, putri sahabat sekaligus rekan kerja mereka.

"Ga! Gaga! Gege pamit ke mana?" tanya ayah kepada putra kedua.

"Enggak pamit, Pa! Gege enggak bilang apa-apa!" jawab Gaung Widarsono yang dipanggil Gaga.  

"Waduuuh! Kacau nih, anak! La ... kalau sore ini tidak pulang, mau ditaruh mana muka kita?" ceracau  ayah sambil mondar-mandir di ruang tamu.


"Haduuhh! Papa kayak setrikaan saja! Mondar-mandir enggak jelas! Ada apa, sih?"

"Ma ... Mama gimana, sih? Apa  Gege pamit Mama?" teriak lantang kepada sang istri.

"Enggak, Pa! Kukira, ya ... mempersiapkan diri, sih!" sahut  istri mulai resah.

"Kalau menolak kenapa enggak sebelum-sebelumnya, sih! Kalau seperti ini ... sungguh keterlaluan! Bikin malu saja!" emosi  ayah mulai tidak terkontrol.

"Jalan satu-satunya ... harus mencari pengantin pengganti!" solusi Gaga menyikapi keresahan kedua orang tuanya.

"Nah! Kamu benar!" ujar sang ayah. "Bagaimana kalau kamu gantikan saja!" lanjutnya.

"Lo ... Pa!" sontak Gaung kaget karena usulnya justru menjadi bumerang.

"Nggak ada waktu lagi, Ga! Bantulah kami untuk mengatasi masalah ini! Nanti Papa akan memberikan kompensasi lebih, khusus buatmu yang telah menyelamatkan muka Papa!" sambut  ayah memeluk putra kedua yang hanya terpaut setahun lebih sedikit dengan si sulung itu.

Dengan lemas, Gaga berserah. Demi nama baik keluarga!

"Anggaplah ini takdir Allah, Nak! Percayalah, pasti ada rencana-Nya yang paling indah!" sang ibu memeluk dan menciumi putra tampan tersebut dengan mesra.

Ketika sanak saudara siap mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita, mereka sangat kaget. Pengantin pria yang mereka antar bukan  Gema Wicaksono, melainkan Gaung Widarsono.

"Alhamdulilah! Terima kasih telah menyelamatkan nama besar keluarga kita!" ujar beberapa kerabat menyikapi kesediaan putra kedua tersebut.

***

Sore itu, Gaung Widarsono, si tampan yang sudah mapan itu diantar oleh keluarga besar ke rumah mempelai wanita. Sesuai adat Jawa, calon pengantin perempuan tidak diizinkan bertemu dengan calon pengantin pria. Konon katanya para bidadari sedang datang melawat, menyempurnakan kecantikan calon mempelai.

"Ga! Alhamdulilah! Calon istrimu sangat cantik!" bisik seorang kerabat wanita yang disambut senyum manis.

"Iya, Ga! Kamu sangat beruntung!" bisik kerabat yang lain.

"Ahh, aku tidak bisa berpikir untuk merancang masa depan. Biarlah Allah yang bertanggung jawab atas kejadian ini! Biarlah yang terjadi sesuai kehendak Tuhan saja!" batin Gaung terdiam.

***  

Pagi menjelang pukul sembilan, pengantin pria kembali diantar ke rumah pengantin wanita. Serangkaian acara dilaksanakan dengan khidmat. Tidak seorang pun bertanya mengenai siapa pengantin asli. Tidak ada! Semua larut dalam kemeriahan pesta.

Melihat dari dekat calon istrinya, Gaung gemetar. "Ya, Allah, benar-benar cantik! Semoga cantik pula hatinya!" doanya dalam hati.

Gaung berusaha tersenyum sepanjang acara. Demikian pula dengan Pelangi. Melihat fisik calon suami di hadapannya, ia langsung bersyukur.

"Tampan sekali," batinnya, "semoga hatinya pun baik!"

***

"Ternyata ... kakak-kakak kita bersekongkol, ya!" bisik Pelangi ketika mereka  memperoleh hadiah honeymoon dari sang ayah.

"Hehe ... ya, sudahlah. Mungkin ... memang demikian skenario yang harus kita jalani. Mari jalani saja takdir Tuhan ini sambil berdoa semoga langgeng menua bersama," komentar Gaung memeluk pinggang ramping si istri.

"Amin ...," sambut Pelangi dengan mata berbinar sempurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun