Tetiba ayah dan ibu mengajak Pelangi memasuki kamar pribadi mereka.
Sambil berurai air mata, di hadapan suami dan putri kedua tersebut, ibu bertutur perlahan.
"Angi ... tolonglah ayah dan ibumu ini, Nak. Selamatkanlah muka kami. Gantikanlah posisi kakakmu yang belum tiba sampai detik ini. Bersedialah untuk menjadi pengganti pengantin, ya, Nak!"
Pelangi sangat terkejut. Tidak menduga sama sekali kalau sang ibu meminta menggantikan menjadi mempelai. Syok! Pelangi lemas tanpa daya. Netra pun mulai merebak siap menjatuhkan embun.
"Benar, Nak. Kami tidak pernah meminta apa-apa darimu, 'kan? Kali ini saja ... tolonglah selamatkan kami! Muka kami, nama keluarga besar dan martabat kita. Tolonglah kami, Angi!" pinta sang ayah dengan suara bergetar terbata-bata.
Melihat ayah dan ibu terisak pilu seperti itu, Pelangi tidak bisa berbuat lain.
"Jangan anggap ini sebagai malapetaka bagimu, Nak! Kami yakin ini adalah awal berkah Allah yang diperuntukkan bagimu!" peluk kedua orang tua tersebut membuat hati Pelangi luluh.
"Jangan berpikir negatif, Nak. Selamatkan saja muka kami," imbuh sang ayah.
Pelangi mengangguk lemah. Hatinya teraduk-aduk sempurna. Berbaur haru biru. Isi kepalanya blank!
Benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan menikah secepat ini. Dengan cara yang tidak pernah dipikirkan pula. Apalagi dengan seseorang yang sama sekali tidak dikenal, baik secara fisik maupun psikis.
Di dekapan kedua orang tua, Pelangi pasrah.