"Ramalan Om Mitro,  berasal dari wangsit arwah yang disampaikan Mas Yasmidi, dibuatkan ilustrasi, lalu distensil. Kertas  itu begitu laris karena penyuka SDSB sering tembus memperoleh undian! Ingat 'kan? Nama kertas stensil itu Kembang Sore! Ingat?"
"Iya. Menurutku ... sebenarnya ... orangnya sih hitam manis, tidak jemu dipandang. Profesi sebagai 'kurungan' itu ... mengerikan! Bisa  jadi si arwah tak mau kembali dan justru mengganggu mentalnya. Kok, enggak terpikir sampai ke sana, ya?"
"Hmmm ... untung kita masih sama-sama menjelang remaja kala itu! Remaja yang mau saja diajak ke mana-mana! Malang melintang ke makam-makam leluhur! Ahaha ...!"
"Iya, kita ... aku ... cuma suka ingkung ayamnya! Hahaha!" akuku jujur.
"Nah, berbahagia banget menjadi anak-anak usia SD yang manis, menjelang remaja di era tujuh puluhan!" tawa adikku berderai. Â
"Kata kakek, si Mas Yasmidi itu dianggap orang terpilih! Buktinya ... baunya saja melati!" imbuhnya.
"Ahaha ... antara kakek dan dia kan terjadi simbiosis mutualisme, Dik! Mereka saling membutuhkan! Rekan bisnis!" dalihku.
"Bener banget!"
"Sementara, dari segi semantik, melati (bahasa Inggris 'jasmine'), dari bahasa Latin 'jaminum.' Dalam bahasa Persia disebut 'yasmin' berarti 'hadiah dari Tuhan'. Jadi, melati memiliki makna positif sebagai bunga anugerah dari Tuhan," uraiku.
"Melati dianggap sebagai simbol kesucian, ketulusan, dan keanggunan  sederhana. Umumnya, bunga melati berukuran kecil, dengan satu warna saja, selalu dikaitkan dengan kerendahan hati dan kesederhanaan. Meski  berukuran kecil dan sederhana, bunga ini memiliki aroma  harum semerbak. Aroma  khas yang sering dikaitkan dengan makna cinta, kasih, sayang," lanjutku.
"Iya, betul! Lambang kesederhanaan, kerendahan hati, dan kasih sayang!"