Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepik Emas dan Ulat Bulu

12 September 2024   13:07 Diperbarui: 13 September 2024   12:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kepik Emas dan Ulat Bulu
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Seekor kepik berwarna keemasan terbang mengitari daun krangkung di tepian sungai. Ia masih bereksplorasi, mencari tempat paling nyaman untuk hinggap. Ia berputar-putar berkeliling, tetapi belum menemukan tempat yang dinilainya paling asyik. Sementara beberapa kepik berwarna merah dan bintik-bintik sudah merapikan barisan. Mereka berjajar dengan rapi di salah selembar daun krangkung kering. Namun, kepik keemasan itu tidak berminat bergabung.

"Ngapain aku gabung dengan mereka? Kan mereka berbeda dengan diriku! Secara ... aku kepik paling cantik! Warnaku keemasan, berkilau dengan indahnya!" senandikanya sambil mengangkat muka.
Sejenak ia berpikir ...

"Hmm ... sebaiknya aku cari tempat lain yang lebih asyik sajalah. Lagian sudah bosan di sini!"

Terbanglah ia ke kampung sebelah. Kebetulan, ada taman bunga dengan kondisi tampak sangat menyenangkan. Bebungaan warna-warni tumbuh dengan subur dan terawat. Maka, ia memilih untuk mencari tempat paling nyaman.

Ketika sedang beristirahat di bawah selembar daun yang cukup lebar, tetiba ia mendengar pembicaraan dua ekor satwa. Ia pun sengaja mendengarkan dari kejauhan, tetapi masih bisa mendengar dengan jelas.

Seekor ulat bulu sedang curhat kepada seekor semut merah, rupanya.

"Sudah, jangan dipikir. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, Kawan!" ujar si Semut Merah.

"Nggak dipikir bagaimana, Mut? Tubuhku ini terlalu gendut, aku lelah! Melata membawa beban seberat badan ini, sementara kaki kecilku juga lengket dengan apa pun yang kuinjak!" keluhnya terdengar sangat sedih.

"La, ... ya, gimana lagi! Terima sajalah kondisimu dengan sukacita. Kalau kamu bergembira, nanti kesedihanmu pasti akan sirna. Bukankah hati yang gembira itu obat yang mujarab, Ulat? Kamu pernah mendengar, tidak?"

Si ulat bulu menggeleng-geleng bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun