"Berubah banget, sih! Tapi, kalau jalur jalan, masih aman. Bedanya, sekarang sudah lebih bagus. Kalau dulu hampir semua jalan masih  makadam!"
"Syukurlah!" timpal suamiku. "Sudah ada perubahan, berarti!"
"Iya. Nah, itu ... ada plakat kelurahan. Sebentar aku tanyakan dulu alamatnya!" kataku sambil mematikan mesin kendaraan dan bergegas turun.
***
Akhirnya, sepuluh menit kemudian, kami sudah sampai di tujuan. Arloji di tangan menunjukkan pukul 08.53. Masih terlalu pagi untuk sebuah pertemuan keluarga besar. Oleh karena itu, belum ada tanda-tanda tamu yang hadir.
Ada terop dan deretan kursi berjajar di halaman depan. Bayanganku masih model pendopo seperti zaman dulu. Saat aku masih kecil dan sering mengunjungi rumah kerabat, sesepuh dari pihak nenek. Namun, kondisi sudah sangat berbeda. Sudah ada beberapa bangunan baru sehingga tidak kukenali lagi.
"Kulo nuwunnnn ...," salamku kepada kerabat yang ada.
"Monggo, katuran pinarak rumiyin!" ujar salah seorang penerima tamu.
Rupanya, penerima tamu adalah generasi penerus ke sekian sehingga aku tidak  mengenalinya. Demikian pula beberapa kerabat yang sudah agak sepuh. Mereka lupa dan menerka-nerka sehingga ada yang langsung bertanya.
Aku dan pasukanku, suami serta ketiga jagoanku pun masuk ke dalam pendopo, bagian bangunan lama yang ada.
"Nuwun sewu, penjenengan sinten?" tanya salah seorang.