Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Flash Fiction: Meski Mini Sarat Aksi

7 September 2024   16:14 Diperbarui: 7 September 2024   16:32 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Flash Fiction: Meski Mini Sarat Aksi

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Apa sih flash fiction itu? Jika kita mencermati definisi dari Wikipedia, flash fiction adalah karya fiksi yang sangat singkat, bahkan lebih ringkas daripada cerita pendek. Jika pada cerpen jumlah kata berkisar 1000 hingga 2000 kata, flash fiction memiliki jumlah kisaran 250 hingga 1000 kata.

Sebutan flash fiction yang sering disingkat FF ini juga bermacam-macam. Ada yang menyebut fiksi kilat, cerpen mini, atau fiksi mini. Meskipun demikian, flash fiction tetap harus mengandung unsur pembangun karya sastra, di antaranya pembuka, isi, dan penutup.
Di samping itu, juga tetap memiliki unsur intrinsik utama sebuah karya sastra. Minimal dipersyaratkan mengandung empat unsur utama, yakni  karakter (penokohan), setting (latar), konflik, dan resolusi (penyelesaian).  Sejatinya tidak berbeda dengan cerpen pada umumnya, tetapi dipersingkat atau dipadatkan. Oleh karena itu, kreativitas penulis flash fiction sangat dibutuhkan, khususnya berkaitan dengan pemadatan cerita berdasar jumlah kata yang ditentukan.

Berikut contoh flash fiction yang pernah penulis buat
Contoh pertama

Pasien dengan Nama Sama
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Dengan berat hati ditinggalkannya panti meskipun bayangan si kecil  masih menggelayuti pelupuk netranya.

"Siapa namamu, Nak?" tanyanya.

"Hayist Tetiyo Nugloho!" jawab si kecil yang cadel dengan mimik lucu.

Hatinya memberontak. "Mengapa namaku dipakainya? Bajunya pun dibuat mirip dengan baju kesukaanku ... kemeja kotak-kotak biru dan celana biru dongker! Ya, Allah ...!" keluhnya dalam hati.

Tetiba telepon berdering nyaring di meja kerjanya.

"Ohh... berapa lama aku memikirkan si bocah hingga lupa harus membubuhkan tanda tangan di proposal ini!" ternyata dia keasyikan dengan khayalnya...

Tak sabar  menunggu minggu depan. Ketika Jumat merambat lambat, segera ditancap gas menuju panti asuhan.  Dibawakannya  beberapa dieskas, replika sepeda motor yang baru dipesan.  

"Mudah-mudahan dia suka...!" gumamnya.

 Dua jam perjalanan cukup membuat lelah. Namun, harapan untuk mendengar celoteh si kecil merupakan motivasi terbesar baginya.
Ketika sampai di panti, segera disampaikan niatnya untuk bertemu si kecil. Tentu saja setelah mengisi buku tamu dan memasukkan sesuatu ke dalam kotak amal tanpa ditulis nama dan nominal. Dimasukkannya ke dalam amplop putih yang disiapkan di tempat itu juga.

"Maaf, Pak. Si kecil sudah diadopsi!"

Seketika tubuhnya terkulai.

"Haruskah aku mencarinya?" batinnya. Sementara di tangannya masih terpegang erat dieskas itu ....

***

"Bapak Haris Setyo Nugroho, poli rehab medik!" panggilan terdengar menggema. Dengan menyeret kaki kiri, pasien stroke itu mendekati loket. Tangan kanan memegang tongkat penyangga. Setelah menandatangani berkas, ia berjalan tertatih menuju lift yang akan membawa ke lantai tiga.

"Ma, namanya sama dengan namaku!?"  tanya seorang pemuda terheran-heran.

Ditolehnya sang mama di sebelah. Mereka berdua sedang mengambil karcis antrean.
Sang mama tersentak. Diperhatikanlah pasien stroke itu  saksama. Spontan ditariknya  si pemuda mengikuti pasien yang baru  lewat. Pria paruh baya dengan nama sama itu memasuki lift.

"Tunggu...! Mas Haris ... tunggu!" teriak sang mama.  

Hampir terjatuh si pasien mendengar namanya disebut. Pintu lift yang bergeser akan menutup itu kembali membuka.

(Jumlah  300 kata)

Contoh kedua

Tukang Becak
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Malam itu hati Andin sangat sedih. Pasien yang ditunggu semakin menurun kondisinya. Maka ia bertekad untuk pulang pagi itu hendak mengikuti ibadah di gerejanya. Biasanya ibadah pagi dilakukan pukul 05.00 dipimpin langsung oleh Ibu Pendeta.
Seperti biasa, ia tak dapat memicingkan mata barang sedetik pun. Diperhatikan agar selang infus jangan sampai kehabisan. Demikian juga dengan tabung oksigen yang masih terpasang melintang di atas bibir pasien.

Jarum arloji menunjuk angka 03.50.  Bergegas keluar dari kamar rawat inap rumah sakit, disambarnya tas tangan dan dikalungkan keplek id card-nya. Penjaga pasien kamar sebelah mendongakkan kepala tatkala wanita mungil itu berusaha melewati tanpa suara. Dengan bahasa isyarat, diberitakan bahwa hendak keluar.  

Dengan terburu-buru wanita bercelana jeans itu melapor kepada security di pintu gerbang, meminta izin keluar area rumah sakit.
   

 "Masih terlalu pagi, Mbak. Kenapa nggak nunggu satu jam lagi?" tanya salah seorang security sambil membetulkan letak buku laporan.

    "Nggak, Pak. Acaranya pukul 05.00, jadi harus bersiap-siap dulu. Nanti selesai segera balik, kok!" alasannya.

    Tanpa menoleh lagi, dikejarnya waktu dengan langkah pasti. Dilewatinya  area kamar jenazah yang terletak di pojok barat. Wangi puluhan melati yang mekar bersamaan di sekitar pagar pembatas antara taman dan ruang pangrukti layon memberi sensasi tersendiri. Semakin  cepat dijauhinya area rumah sakit.

Di pengkolan jalan dilihatnya seorang tukang becak sedang mangkal. Tanpa menawar, ia langsung  naik ke becak.

    "Klampok Kasri, Pak!"

    Tukang becak segera mengayuh tanpa suara. Wanita yang sesehari berprofesi sebagai guru itu kedinginan, jaketnya tertinggal di sandaran kursi ruang rawat inap. Beruntung scarf  lembut masih melilit lehernya. Untuk mengusir dingin, kedua lengan di-sedakep-kan di depan dada.

Becak terasa berjalan sangat lambat. Pengayuh becak sama sekali tidak berbicara, hanya desah napas diselingi derit pedal yang terdengar jelas. Maka, diisinya waktu dengan memuji Tuhan. Beberapa lagu rohani yang dihafal disenandungkan dengan penghayatan.

Jalanan sangat sepi. Tidak ada satu kendaraan pun berpapasan dengannya. Melewati jalur kota yang biasanya ramai, kini terasa sangat sunyi. Jalan terasa sangat lapang dan lengang.

    Sesampai perempatan yang terkenal dengan sebutan Beatrik, jalanan agak naik. Tukang becak turun dan mendorong becaknya dengan berat. Tiba-tiba ban becak kempes sehingga tampak kesulitan mendorongnya.

Wanita bercelana jeans itu tahu diri. Tanpa dikomando melompat turun. Karena merasa agak dekat dengan rumah, dikatakannya cukup sampai di tempat itu saja. Sambil berniat berolahraga dan mengusir dingin, ia berinisiatif melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Diambilnya  dompet dan diberikan sejumlah uang lelah kepada tukang becak itu.

Setelah menerima uang, tukang becak tentu saja berhenti. Dia duduk di tempat sepi itu. Rupanya sangat kelelahan.
Dahinya mengernyit. Mengapa tukang becak tidak mengucapkan sepatah kata pun? Meski  ia ulurkan tangan memberikan uang sambil mengucapkan terima kasih, itu pun tidak direspons. Namun, sambil menyisir rambut dengan jari tangan, dicoba memahami dan tak berburuk sangka. Bisa jadi si tukang becak tunawicara, bukan?

Dilanjutkan perjalanan agak berlari. Satu kilometer lagi toh sudah sampai. Tinggal belok kanan melewati gang kampung. Sudah  agak remang menuju terang. Arloji menunjuk angka 04.20.

Tetiba terdengar deru mesin sepeda motor dari belakang. Mengetahui berjalan sendiri, pengendara bertanya.

"Mbak Andin? Dari mana pagi-pagi begini,  sendirian?" Tetangganya, petugas Kamling sedang berkeliling.

"Dari rumah sakit, Mas! Jaga malam!"

"Oohh... naik apa tadi?"

"Becak. Turun di situ tuh ... barusan!"  Sambil menunjuk tempat dia berhenti.

"Mbak jangan bercanda, ya! Aku nggak lihat ada becak di situ!"

"Ada. Aku barusan turun. Bannya kempes malah!" jawabnya menoleh.

Benar, tidak ada becak di sana! Baru tersadar. Sisi  kiri kanan tempat itu adalah makam terluas.    

***
(Jumlah 560 kata)

Demikian sekilas tentang flash fiction dilengkapi dengan dua contoh, semoga bermanfaat. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun