"Tunggu...! Mas Haris ... tunggu!" teriak sang mama. Â
Hampir terjatuh si pasien mendengar namanya disebut. Pintu lift yang bergeser akan menutup itu kembali membuka.
(Jumlah  300 kata)
Contoh kedua
Tukang Becak
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Malam itu hati Andin sangat sedih. Pasien yang ditunggu semakin menurun kondisinya. Maka ia bertekad untuk pulang pagi itu hendak mengikuti ibadah di gerejanya. Biasanya ibadah pagi dilakukan pukul 05.00 dipimpin langsung oleh Ibu Pendeta.
Seperti biasa, ia tak dapat memicingkan mata barang sedetik pun. Diperhatikan agar selang infus jangan sampai kehabisan. Demikian juga dengan tabung oksigen yang masih terpasang melintang di atas bibir pasien.
Jarum arloji menunjuk angka 03.50. Â Bergegas keluar dari kamar rawat inap rumah sakit, disambarnya tas tangan dan dikalungkan keplek id card-nya. Penjaga pasien kamar sebelah mendongakkan kepala tatkala wanita mungil itu berusaha melewati tanpa suara. Dengan bahasa isyarat, diberitakan bahwa hendak keluar. Â
Dengan terburu-buru wanita bercelana jeans itu melapor kepada security di pintu gerbang, meminta izin keluar area rumah sakit.
 Â
 "Masih terlalu pagi, Mbak. Kenapa nggak nunggu satu jam lagi?" tanya salah seorang security sambil membetulkan letak buku laporan.
  "Nggak, Pak. Acaranya pukul 05.00, jadi harus bersiap-siap dulu. Nanti selesai segera balik, kok!" alasannya.
  Tanpa menoleh lagi, dikejarnya waktu dengan langkah pasti. Dilewatinya  area kamar jenazah yang terletak di pojok barat. Wangi puluhan melati yang mekar bersamaan di sekitar pagar pembatas antara taman dan ruang pangrukti layon memberi sensasi tersendiri. Semakin  cepat dijauhinya area rumah sakit.