Tenggelam dalam Rindu
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sore ini hujan mengguyur kotaku. Aku sedang mengikuti meeting di sebuah tempat yang kurasa cukup indah. Dari kaca jendela kulihat rinai hujan dengan indahnya sebab langit semburat jingga. Nuansa swastamita merona di semua tempat dengan megah memesona.
Pikiranku pun melayang hingga suara pembicara hanya bagai angin yang berlalu sejenak lewat ruang dengarku. Jiwaku meronta. Mengelana ke mana-mana dan anehnya aku tak kuasa mengendalikannya.
Angin yang menggoyang pucuk pinus jauh di seberang tempatku berada tampak jelas dari jendela kaca. Angin itu seolah mengirim pesan tak kasat mata. Sebisik pesan yang sangat kurindukan. Pesan cinta darinya!
Yah, aku masih berkutat di sini. Sudah sesore ini! Sekali lagi, pembicara yang di depan sana seolah hanya televisi hitam putih numpang lewat. Kata-katanya kudengar sayup saja, sementara pikiran ini berpesiar entah ke mana. Tiba-tiba saja, bagaikan film layar lebar di bioskop, terpampang jelas di depan netra peristiwa puluhan tahun silam. Pada saat suasana mirip sama membuat kenangan itu muncul kembali tanpa diundang pun diduga.
***
Saat itu, seseorang yang kepadanya hatiku terpaut sedang mencoba menggoda dengan bercanda riang dan sesekali menyenggol tanganku. Â Aku tidak berkelit. Â
Kucoba menghayati setiap kata yang keluar dari mulutnya dengan begitu syahdu. Tak lama kemudian, dia pun berhasil membuatku bahagia. Ya, tentu saja ketika  dikatakan bahwa akulah satu-satunya wanita yang dikagumi meski dalam perkuliahan banyak sekali wanita cantik. Dia mengatakan tidak tergoda sama sekali oleh kawan kuliahnya.
Tersenyum sendiri dalam ingatan yang terpateri, tentunya. Aih, ... masa silam hadir dalam temaram senja. Aku tenggelam dalam gulungan perputaran waktu! Timbul tenggelam, tetapi justru nikmat terasa!
Ah, rupanya rinai hujan di sela nuansa jingga telah mengirimkan rindu kepadaku hingga aku pun tersenyum dan kembali tersenyum seorang diri. Namun, sejenak kemudian berubah menjadi rasa teriris sembilu. Betapa tidak! Ingatan itu membuka luka lama yang menganga menyembulkan rindu menggebu!
Bayang-bayang sosok yang kucinta itu pun tiba-tiba saja melintas di hadapanku seolah meminta untuk tidak melupakannya. Padahal, aku harus melupakannya! Aku begitu lemah!Â
Sam, begitu aku memanggilnya. Sosok keren itu seorang mahasiswa penghuni rumah sewa di seberang rumahku. Mahasiswa tampan yang berasal dari Kota Barabai, sekitar empat jam perjalanan dari kotaku. Perangai dan sosoknya benar-benar telah berhasil mencuri hatiku. Meski usianya terpaut lima tahun lebih tua dariku, tidak menjadi masalah dalam urusan suka. Konon, dia lahir Agustus 1958.