"Memang, bisa?" tanya trocokan.
"Aku melihat di tempat lain, Kawan. Si ibu pemilik lahan itu mengumpulkan biji-biji amazone yang jatuh, dibersihkan, dijemur, lalu digoreng sangrai. Namanya kacang arab!" jawab burung senior.
"Wuahh ... kalau begitu, Allah menumbuhkan pohon dan buah ini sangat berguna bagi semua makhluk ciptaan-Nya, ya?" seekor trocokan merasa bersyukur.
"Iya! Bahkan, codot pun yang disebut sebagai pemangsa buah-buahan itu juga berguna bagi manusia, loh!" urai si senior bangga.
"Mosok, sih?" beberapa burung liar lain keheranan.
"Iyalah. Empedu dan daging codot itu sebagai obat bagi penderita asma. Konon di Kediri banyak anggota masyarakat yang menjual daging codot sebagai obat ini!"
"Wuaahh ... kita harus bilang ke kerabat codot, nih. Hati-hati dengan manusia!" ujar salah seekor kutilang muda.
"Hahaha ... Kediri sangat jauh dari sini, Kawan! Jangan berita itu kita beritakan pada mereka. Biarkan saja mereka hidup bahagia. Sejelek dan sejahat apa pun, para codot juga menyebarkan benih tanaman buah kok sebenarnya. Hanya, sayangnya ... manusia lebih menyukai benih yang cepat tumbuh, misalnya dengan model setek. Kalau menunggu dari biji, bisa jadi berbuahnya puluhan tahun kemudian!" jelas si senior serius.
"Oh, begitu, ya! Kalau begitu kita beruntung ya, pemilik lahan ini menanam pohon amazone dibiarkan tinggi seperti ini. Sepertinya dikhususkan untuk kita!"
"Ya, betul. Namun, mereka juga menginginkan mendengar kicau kita. Kalau mendengar suara kita berkicau riang, hati mereka pun ikut senang!"
"Begitukah?" tanya trocokan muda.