Kumbang dan Kupu-kupu
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Seekor kupu-kupu cantik terbang melintasi taman bunga. Di tempat itu banyak sekali bunga bermekaran dengan aroma madu menggiurkan. Maka kupu-kupu pun terbang mengitari sambil mencari-cari kuntum bunga yang siap dihinggapinya.
Tiba-tiba seekor kumbang jantan hampir saja menabraknya. Terkejut, marah, dan kesal, kupu-kupu pun menghardik si kumbang.
"Haiii ... Dasar Kumbang jelek nggak tau tatakrama!" teriaknya kesal.
"Apa katamu?" Kumbang berteriak sambil bermanuver di dekatnya.
"Kamu! Kumbang jelek nggak tahu aturan tatakrama!"
"Kalau tahu aku mau lewat, minggir dong! Salah sendiri!" sergah Kumbang pula.
"Nah, ... kamu yang harusnya minggir. Kan kamu tahu aku di sini sejak tadi. Kamu emang sengaja, ya!" Kupu-kupu membelalak sambil berkacak pinggang.
"Iya! Lalu kenapa kalau aku sengaja!"
"Wuihhh ... dasar binatang preman!" hardik Kupu-kupu.
"Kamu tuh yang sombong! Lupa apa dulu asalmu bagaimana?" balas Kumbang tak kalah emosi.
"Apa? Yang salah siapa coba? Kenapa kamu yang bilang aku sombong!"
"Bener kok. Emang kamu sombong, sok cantik! Mentang-mentang bulu sayapmu indah!"
"Loh ... loh ... Bukannya kamu yang salah hampir menabrak aku, ya. Eeh, nggak mau minta maaf malah menyalahkan dan mengolok aku. Kamu salah makan obat apa bagaimana?"
"Ehm ... ehmm ... ini ada apa toh, sepagi gini kok ribut?" tanya Kolibri sambil melihat kedua hewan tersebut berdebat.
Kupu-kupu pun menceritakan asal mula mereka bertengkar. Dia mengatakan sangat kesal dengan ulah Kumbang yang tak tahu diri.
"Aduuuhhh .... Rupanya Kang Kumbang punya dendam, iri, atau sakit hati sih ini?" tanya Kolibri kepada Kumbang.
"Ya ... emang aku benci dengan dia!" jawab Kumbang sambil menunjuk Kupu-kupu.
"Haaaahhh ... aku salah apa coba?" seru Kupu-kupu.
1"Kalau boleh tahu, kenapa kamu membencinya?" selidik Kolibri. Ia tetap menahan diri untuk tidak beranjak dengan cara tetap mengepakkan sayapnya.
"Coba ... siapa nggak sebel. Semua bunga diincipnya hingga hampir habis madunya dan aku hanya dapat sisanya! Coba pikir, apakah etis seperti itu?" dalih Kumbang memelotot.
"Apaaaa? Memang ini kebun bunga milik kakekmu apa? Semua tuh boleh isap madu setiap bunga yang ada di sini. Lah kalau nggak mau keduluan aku, ya jangan malas kamunya Kang Kumbang!" teriak Kupu-kupu memekakkan telinga.
"Siapa yang malas Yu Kupu! Aku juga rajin! Memang jadwal cari makanku agak siangan, kok!" Kumbang tidak mau kalah.
"Nah, ya sudah! Itulah kesalahanmu! Jangan salahkan binatang lain yang lebih dulu mengisapnya. Aku aja nggak marah ketika semut dan Kolibri mendahului!" Maksud Kupu kupu menasihati Kumbang.
"Ohhh, jadi ... karena kamu benci, dendam, kamu sengaja mau menabrak Kupu-kupu, begitu ya?" Tanya Kolibri kepada Kumbang.
Kumbang diam saja sehingga Kolibri melanjutkan ucapannya.
"Aduuuhhh ... Kang Kumbang! Taman bunga ini bebas untuk siapa saja. Jangan pikir kamu mendapat sisa dari binatang lain kalau kamu memang datang siang. Nikmati saja apa yang kamu dapatkan karena memang sudah didahului yang lain. Lah, kalau nggak mau seperti itu, ya ... carilah makanan lebih pagi lagi!Â
"Nah, iya! Itu baru betul. Jangan melampiaskan kekesalan pada binatang lain. Apalagi mengolok masa lalunya. Kalau aku dulu semula ulat yang jelek, menggatalkan, dan menjijikkan, makanya aku bertapa menjadi kepompong. Aku berpuasa dan bermohon kepada Sang Pencipta agar diubah-Nya jadi baik, maka Tuhan memberiku hadiah warna sayap yang indah dan menyenangkan siapa pun yang melihatku!" papar Kupu-kupu.
"Iya, betul itu. Memang Kupu-kupu diciptakan seperti itu, dan Kang Kumbang juga seperti itu. Nah, aku? Walaupun burung paling kecil, aku juga bermanfaat. Maka, harusnya kita syukuri keadaan diri kita masing-masing. Tidak perlu mengolok, menghina, maupun mengejek yang lain. Rukun itu lebih indah loh!" petuah Kolibri tenang.
"Iya ... manusia bilang dalam Bahasa Jawa: rukun agawe santosa, crah agawe bubrah. Artinya, jika hidup rukun, kita menjadi kuat. Namun, jika tidak rukun, persahabatan kita pun tidak kuat." Lanjut Kupu-kupu sambil membetulkan kaki yang hampir terpeleset menginjak kuntum bunga.
"Nah, betul ... aku juga pernah mendengar istilah Bhineka Tunggal Ika, artinya berbeda-beda, tetapi tetap satu jua!" kata Kolibri bangga. "Nah, ayo Kang Kumbang ... kalau kamu sudah menyadari kekeliruanmu, segeralah meminta maaf!"
"Tidak meminta maaf pun sudah kumaafkan kok, Sahabatku Kolibri. Aku tahu, dia memang kurang ajar!" ulas Kupu-kupu.
"Kalau kamu sudah memaafkan, artinya kamu tidak mengungkit-ungkit lagi. Juga jangan menghakimi begitu. Iya, memang ... Kang Kumbang ini ... maaf ya Kang ... tampangnya jelek sih. Akan tetapi, kita tidak boleh menghina makhluk lain. Sebab menghina sesamanya itu sama dengan menghina penciptanya, menghina Tuhan. Dosa, tahu!" sanggah Kolibri pada Kupu-kupu.
"Kalau kamu seperti itu, Yu Kupu, namanya kamu juga sombong! Ada loh istilah Bahasa Inggris begini Don't judge a book by its cover. Dalam Bahasa Indonesia artinya jangan menilai suatu hal dari penampilan luarnya. Nah, Kang Kumbang yang tampak jelek ini belum tentu hatinya juga jelek. Benar begitu, kan Kang? Kalau memang Kang Kumbang jelek luar dalam ya ... menurutku perlu diperbaiki!" lanjut Kolibri.
Hmmm ... Okelah. Aku minta maaf, ya Kupu-kupu! Kuakui memang aku jelek, ke depan ... aku akan memperbaiki agar kejelekanku menjadi baik. Doakan aku, ya Kawan!"
Kumbang mengulurkan tangannya untuk meminta maaf.Â
"Baiklah. Kali lain jangan jahat lagi!" sahut Kupu-kupu.
"Nah, begitulah harusnya agar dunia kita aman dan damai!" seru Kolibri sambil memeluk kedua sahabatnya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H