Sesampai di rumah Tata, hujan tangis syukur baik oleh tetamu maupun tuan rumah terjadi dengan spontan. Mereka berangkulan memuji nama Allah yang telah menata hidup Yaso sehingga selamat dari malapetaka. Karena suasana lumayan gaduh, Tata  pun siuman.
Melihat sang kekasih berangkulan dengan seluruh keluarga, Tata menjerit dan langsung menubruknya. Mereka berpelukan dan bertangisan. Sore itu kedua keluarga langsung melakukan sujud syukur sebagai ucapan terima kasih kepada Allah yang telah menyelamatkan hidupnya dengan cara ajaib. Mereka juga tidak lupa mendoakan keluarga korban kiranya diberi kekuatan iman, ketabahan, dan kerelaan melepas keluarga yang sudah saatnya pulang ke keabadian.
Setelah gawai Yaso bisa dihidupkan, notifikasi bertubi-tubi datang meruah. Namun, satu yang dijawab, yakni pertanyaan pihak rektorat tentang keterlambatannya ke bandara. Yaso masih syok. Dia trauma bepergian setelah dikabarkan bahwa pesawat yang sedianya ditumpangi mengalami musibah. Beberapa waktu, notifikasi di gawai masih gencar memberitakan banyaknya chat masuk.
Yaso dan Tata masih duduk berdampingan. Isak masih sesekali terdengar di antara mereka. Biarlah hati dingin dahulu setelah beberapa saat bergolak. Ketika malam telah larut, keluarga Yaso pun mohon diri. Salah satu alasan faktual karena Yaso belum mandi.
Demikianlah Tuhan beracara. Siapa sangka karena terjebak di lift macet, menjadi cara menyelamatkan umat-Nya? Itulah sebabnya, tidak layak berburuk sangka kepada-Nya sebab kita tidak tahu apa yang menjadi skenario-Nya terhadap hidup kita. Ya, benar! Rencana-Nya sungguh tak terselami oleh manusia.
Note:
Nggremeng1 : Â bersenandika
Ningrat2: priyayi, keturunan darah biru
Urakan3 : tidak santun
Trah4 : keturunan keraton
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H