"Terima kasih banyak, Bu! Perhatian dan kepedulian Ibu sangat berarti bagi saya. Tuhan kiranya membalas kebaikan Ibu!" lirihnya sambil mencium telapak tangan tetangga itu. Â
***
Tangannya mengetuk sebuah pintu rumah bercat cokelat. Tak  lama kemudian  seorang wanita paruh baya keluar dari balik pintu.
Ya, itu adalah  sang ibu yang menyayanginya. Sang Ibu sangat terkejut melihat wajah Arni begitu pucat dan tubuh penuh luka memar.
"Arni ... ada apa denganmu, Nak?!" teriak Ibu dari dalam rumah, "Siapa yang melakukan ini padamu, Nak?" lanjutnya.
Melihat kondisi memprihatinkan, sang ibu menangis sambil memeluk tubuh mungil itu. Arni hanya  terisak dalam pelukan ibunya.
Beberapa saat kemudian, suara tangisan dari ruang tamu itu membawa langkah sang ayah untuk menghampiri mereka.
"Arni ...?!" teriak ayahnya tak kalah kaget.
"Kenapa bisa sampai begini, Nak!?" Ayah bertanya sambil memeluk Arni.
"Ayah, Ibu, ... Arni ingin cerai dari Bang Reymon," ucapnya lirih dan penuh linangan air mata.
"Bang Reymon bukan orang yang tepat sebagai pelindungku. Aku bukan samsak!" Â kata-kata Arni meluncur dengan tatapan kosong sarat derita.
"Rumah itu neraka bagiku, tempat yang salah untuk berteduh," ceracau Arni bak cutter tajam menusuk jantung kedua orang tuanya.
Kedua orang tua itu bertatap netra. Sendu.
"Kami menyerahkan seutuhnya kepadamu, Nak. Apa pun yang kamu mau lakukan, kami dukung," ujar sang ayah.