Tangis Arni makin memilukan, tetapi bukannya dipedulikan, suami malah  meninggalkannya di kamar mandi dengan bunyi bantingan pintu.
Setelah membanting pintu kamar mandi, Reymon bergegas meninggalkan rumah dengan motor matic Arni. Entah ke mana!
Melihat Reymon meninggalkan rumah, beberapa saat kemudian, Meriam, ibu paruh baya yang tinggal berdekatan dengan Arni, datang ke rumah itu.
Arni masih menangis sesenggukan. Lebam di pipi kiri kanan dan lengan membiru merupakan bukti KDRT yang dideritanya.
Beruntung si suami lupa tidak menutup pintu rumahnya. Dengan demikian, dengan bebas Meriam bisa mencari dan menemukan Arni yang sedang sesenggukan. Ia meringkuk di kamar tidur sambil tangan mencengkeram perut. Lelehan darah masih deras mengalir dari rahimnya.
"Aduuhhh, ... Dik! Tak dapat kaupertahankan kalau adab suamimu seperti ini! Mari kutolong melapor ke RT. Segeralah berganti baju!" ajaknya.
Awalnya Arni menggeleng, tetapi nyeri di berbagai tempat membuatnya mengalah. Perut kram, masih terasa sangat sakit sehingga keluh tak bisa berhenti.
"Kau kenapa, Dik? Ada yang sakit?" tanya ibu paruh baya, tetangga baik hati itu.
"Sa-saya ... ke-keguguran, Ibu!" jawabnya tergagap sambil tetap memegang perut.
"Ooohh, ya Allah! Ayo kita ke klinik secepatnya!"
*** Â
Berdasarkan surat pernyataan dari dokter klinik swasta yang didatanginya, kedua wanita itu segera melaporkan kasus penganiayaan ke polsek setempat. Beberapa saat kemudian, surat keterangan dari kepolisian pun telah berada di tangan. Perjalanan lanjut ke rumah ketua RT dengan memohon maaf menomorsekiankan laporan. Harusnya berawal dari laporan RT, tetapi karena urusan keguguran, terpaksa ditempuh jalan terbalik.
"Tidak masalah, Ibu. Yang penting korban segera ditangani. Beruntung ada Ibu yang peduli terhadap kondisi dan keluhan warga! Terima kasih, Bu!" kata Ketua RT didampingi istrinya.