Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasihat Bijak

21 Agustus 2024   06:58 Diperbarui: 21 Agustus 2024   08:20 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hmmm ...!" Mug pun berpikir keras.

"Cobalah segala sesuatu itu dihadapi dengan kepala dingin dan dada lapang! Ucapkanlah dengan lemah lembut, pasti lawan tutur akan terpesona dan berterima kasih atas nasihatmu. Kalau kau berkata-kata model preman begitu, yang ada kamu malah menjadi preman beneran. Padahal, sejatinya kamu kan menasihati?" lanjutnya.

"Iya, sih. Maafkan aku ya, Teko! Suaraku terlalu keras. Bahkan bukan nasihat yang dengar dariku. Yang ada malah menjadi caci dan gertak!" ujar Mug menunduk.

"Iya, iya. Aku juga meminta maaf karena keluh kesahku kalian jadi jengkel. Aku sangat menjengkelkan kalian!" Teko mengatupkan kedua belah tangan di depan dada.

"Nah, terima kasih, Kawan!" sahut piring kecil. "Kini kalian masing-masing menyadari kekurangan diri. Ke depan, apa yang tidak disukai itu jangan diulangi lagi, ya! Jangan berkeluh kesah, justru bersyukurlah. Kita masing-masing memiliki tugas istimewa, jangan saling olok. Apalagi dendam! Iri, dengki, benci ... hingga dendam itu harus kita buang jauh-jauh agar damai sejahtera merajai hati kita. Bagaimana?" ajak piring kecil bersemangat.

"Baiklah, Ring. Aku setuju!" kata Teko sekali lagi mengangguk-angguk dan mengatup kedua belah tangan.

"Kamu bagaimana, Mug?"

"Siap. Aku akan mengubah sifat dan sikap arogan dan temperamentalku, Ring. Aku akan belajar menjadi alat yang lemah lembut dalam tutur kata maupun tindakan!"

"Nah, terima kasih, Kawan! Tutur kata yang membuat sakit hati itu malah seolah pedang menyakitkan yang mampu membunuh! Membunuh karakter, membunuh masa depan ... bahkan menjebloskan diri sendiri ke dasar jurang dosa. Sekarang paham, ya ... mengapa kita harus lebih sabar dan santun?"

"Iya, Ring. Mohon maafkan aku. Aku tidak sadar kalau karena terlalu emosi, tujuan awalku memberi tahu bisa jadi memberi racun. Kata-kataku bisa lebih menyakitkan hati kawan-kawanku. Kata-kataku jadi laksana sianida, padahal harusnya menjadi madu!"

"Bagaimana, Teko? Kalau begitu mari kita bersalam-salaman, bermaaf-maafan, dan berpelukan tanda bahwa di antara kita saling rukun!" ajaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun