Ada Curiga dan Cemburu
Pagi sekitar pukul 05.30 ketiga kakak beradik sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya hendak berangkat ke sekolah masing-masing. Mereka duduk di meja makan hendak makan pagi seperti biasa. Sejak kecil kedua orang tua membiasakan dan menekankan untuk selalu makan pagi. Menurut mereka dengan makan pagi berarti sudah menyiapkan nutrisi otak sehingga bisa menyerap pelajaran di sekolah dengan terprogram secara baik.Â
Tidak pula dibiasakan jajan di luar rumah karena belum tentu makanan tersebut higienis dan sesuai dengan standar kesehatan keluarga. Untuk makan siang atau sekadar camilan, kepada mereka selalu diminta membawa bekal. Bekal yang dibawa pun dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Hal itu karena sang bunda tidak mau ketiga buah hati jatuh sakit gegara makanan. Sang ayah yang bekerja di luar kota dan luar pulau akan selalu memantau dengan video call, salah satunya pasti mengenai soal makanan ini.  Itulah sebabnya sang bunda sangat protektif  juga.
Hari itu Jumat di bulan Februari. Hujan mulai turun meski rintik-rintik. Cuaca mendung dan dingin sehingga kalau saja boleh libur, pasti mereka memilih tinggal saja di rumah.
"Dik, nanti kamu punya acara apa? Ada leskah?" tanya Klana pada kedua adiknya.
"Lina ... ada les, tetapi tidak minta diantar sopir!" sahut Lina agak malas.
Mendengar rencana Lina, tetiba dada Melani berdesir hebat, semacam ada cutter yang mengiris hatinya. Sakit sejenak, tetapi berulang-ulang datang.
"Ah, les apa dia? Jangan-jangan dengan ... ah, enggak. Kalau Jumat begini dia sibuk ikut persekutuan RKB, kok. Ruang Kuliah Bersama katanya," pikirnya.
"Kalau kamu, Dik?" toleh Klana kepada Lani.
"Nggak ada acara. Memang ada apaan?" tanya Lani balik.
"Oh, baguslah. Berarti nanti Kakak yang akan pakai kendaraan dengan sopir, ya!" sambutnya senang.
Sang bunda tidak mendengar acara yang disampaikan oleh putra-putrinya karena kebetulan sedang izin ke kamar kecil. Dengan bersiul-siul dan mengangguk-angguk bahagia, Klana pun kembali ke kamar hendak mengambil rangsel dan peralatan sekolah yang harus dibawanya hari itu.
"Kakak berangkat jam berapa, sih?" tanya Lina agak kencang karena sang Kakak sepertinya terburu-buru menuju kamarnya di lantai dua.
"Habis Jumatan, Dik!"
"Oh, Lina agak sorean kok!" gumamnya.
"Emang kau mau ke mana, Dik?" tanya Lani yang sudah selesai makan dan mengemasi piringnya.
"Ada, deh, Kak! Mau bikin surprise aja!" lirihnya.
"Waduuhhh ... jangan-jangan ketakutan dan kecurigaanku benar, nih!" batin Lani sambil sejenak termangu berdiri agak jauh dari adiknya.
"Emang, kenapa Kak?" selidik si bungsu.
"Enggak ... cuma tanya aja!" sambut Lani.
Tak urung hatinya bergolak juga. "Semoga saja apa yang menjadi ketakutan dan kecurigaanku itu cuma ilusi dan halusinasi doang, ah!" batinnya.
Beberapa saat kemudian ....
"Ayooo .... Siapa yang belum siap? Segera turun Klana! Itu kendaraan sudah siap!" teriak sang bunda memanggil sulung yang biasanya agak lelet kalau hendak berangkat sekolah pagi hari.
Baik Lani maupun Lina sudah siap. Bekal berupa burger home made ala-ala pun sudah ditenteng di tempat bekal masing-masing. Bi Imah buru-buru menyerahkan tiga botol sari jeruk manis kepada anak-anak. Tinggal Klana yang belum turun dari kamar.
Raut muka Lani agak mendung, sementara Lina sebaliknya. Lina tampak sangat riang karena sudah memperoleh izin dari sang bunda hendak langsung ke rumah les yang masih dirahasiakannya.
"Bund, uang les dan uang bahan Lina ambil dari tabungan dulu, ya. Besok atau lusa Bunda ganti, ya!" bisik Lina saat mendekati sang bunda hendak berpamitan.
"Beres ... kamu tinggal bilang saja habis berapa. Dirinci rapi, ya!" jawab bundanya pelan dan lirih.
Namun, tak urung Lani cukup mendengar perbincangan bungsu itu. Hatinya makin bergelora, "Hah? Lina minta uang bahan? Memang ada acara apa tuh ragil!" batinnya.
"Hmmm ... mereka main rahasia-rahasiaan segala, sih!" gumamnya lirih sekali.
"Ada yang tertinggalkah, Kak?" selidik si bungsu saat melihat mulut Lani komat-kamit.
"Emm, ... nggak kok! Ayo segera berangkat!" ajaknya agak sewot.
"Kok, kurasa ada yang aneh, ya! Kak Lani kenapa, ya?" batin Lina keheranan melihat sikap dan tutur Lani yang sepertinya sewot atau sedikit kesal begitu.
"Hmmm, ya sudahlah! Kak Lani memang orang aneh!" pikirnya.
"Kakak nih biasa, deh! Suka lelet!" sembur Lani ketika si sulung tetiba menerombol kedua adiknya menuju kendaraan.
"Heheh ... perut Kakak, Dik!" dalih sulung sambil meringis.
"Kebiasaan!" sembur Lani.
"Ayolah, aku olga jam pertama!" Lina protes.
"Pamit dulu, Bu!" ujar Pak Iman sambil membungkuk santun.
"Hati-hati di jalan, Pak!" sang bunda melambaikan tangan.
"Semangat belajarnya, Nak!" ujarnya sambil mengisyaratkan cium jauh.
Di perjalanan ketiga kakak beradik itu masing-masing dengan pikiran sendiri. Diam bergeming sehingga Pak Iman pun terheran-heran.
"Tumben, nih anak-anak diam-diaman!" pikir Pak Iman. "Mungkin ada masalah sehingga saling marah-marahan. Hmm, biasalah. Kalau dekat marahan, tetapi kalau jauh saling merindukan. Dasar anak-anak!"
*** Â
Sesampai di sekolah, pikiran Lani tidak bisa fokus pada pelajaran. Dia masih kepikiran, "Mau ke mana Lina? Mau acara apa dia? Dengan siapa dia pergi?" pertanyaan-pertanyaan itu sangat mengganggu pikirannya sejak awal jam pelajaran pertama.
"Make a better place ... Â ," bisik Angela yang sedang izin ke toilet mencolek Lani yang terlihat sedang melamun.
Lani tergagap kaget juga, "Ah, kau!" gerutunya sambil tersenyum masam.
"Ada apa?" selidik Dian di sebelahnya.
"Itu, sih Angela menyitir lagunya Michel Jackson, Heal the World," bisik Lani.
"Oh, lagu yang sangat bagus itu menurutku!" bisik Dian pula.
"Iya, sepakat!"
"Hihi emang kita sepaket, sih!"
"Ssst ...!"
"Heh, kalian berisik saja!" ujar teman di bangku depannya.
"Hihihi ...!" Lani dan Dian pun menahan tawa.
"Awas kalian, ya! Sedang pelajaran berisik saja!" bisik teman bangku depan.
"Gurunya sedang tidur!" bisik Dian.
"Hus! Ngawur kau! Itu sedang mencoba mengerjakan soal, tahu!" sergah Lani dengan suara kecil.
Tak urung kedua gadis itu terkikik juga.
"Gini ini nih ... yang kelak kita kangenin saat sudah sama-sama lulus!"
"Ah, masih lama. Dua tahun lagi!" protes Lani.
"Eh, minta lirik lagu Michael Jackson, dong Lan!"
"Iya, iya ... bentar. Istirahat kukirim ke gawaimu!"
"Ups, mantap. Kutunggu ya!"
"Bagaimana kalau kita berlatih menyanyi duet?"
"Dengan lagu itu? Mau banget! Kita ikutan ekstrakurikuler band apa gimana?
"Nggak, kita cari sekolah musik aja, mau?"
"Wuah, ide bagus. Iya, iya ... aku mau!"
"Nah, kita bicarakan saat istirahat nanti, ya!"
"Hmmm, sip!" Dian mengangguk-angguk senang.
"Akhirnya ... secara tak sengaja malah aku dapat teman untuk memilih ekstrakurikuler!" Lani tersenyum-senyum ketika secara tidak sengaja memperoleh ide brilian hendak menggunakan waktu memperbaiki kualitas diri.
*** Â
Ada yang berkenan memberikan saran? Saya tunggu, ya ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H