Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Silent of Love (part 10)

16 Agustus 2024   11:17 Diperbarui: 16 Agustus 2024   11:58 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bab 8
Mencoba Memberi Bantuan

Keesokan harinya, Bagus kosong kelas. Hari ini tidak ada jadwal kuliah, tetapi sore nanti ada acara ke laboratorium bersama seorang kawan prianya. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk berkoordinasi dengan bunda dalam rangka menyelamatkan Melani dari keputusasaan dan kepanikan mengalami permasalahan bullying yang dilakukan kawan-kawan perempuannya. Selain itu, Bagus juga tidak mau Lani menderita stres hingga bundir seperti yang dilakukan oleh salah seorang rekan SMA-nya dulu. Kasihan dan Bagus pun merasa trauma mengingat hal itu.

Dengan sedikit perlahan, Bagus menjumpai Bi Imah yang sedang sibuk di dapur menyiapkan bahan masakan.

"Bi ... Bi Imah!" sapa Bagus pelan-pelan.

"Oh, ya Mas. Ada yang bisa dibantu?"

"Bunda ke mana, ya? Ada di rumah atau sedang keluar?"

"Oh, ada di rumah, kok! Tadi suami saya hanya mengantar anak-anak ke sekolah lalu saya titip belanja beberapa bahan. Kalau Bunda ada di ruang tengah, Mas. Samperin saja ke sana!"

"Iya, Bi, terima kasih atas infonya. Saya segera mencari Bunda!" pamitnya.

Tidak berapa lama kemudian, Bagus menemukan sang bunda sedang merangkai bunga hidup di ruang tamu. Bagus segera menghampirinya.

"Bun, maaf. Ada hal penting yang hendak Bagus sampaikan, apakah diizinkan untuk mengganggu Bunda sebentar saja?"

"Oh, mari ... mari. Saya tidak benar-benar sibuk, kok. Ini hanya sekadar iseng dan my time saja!"

"Oh, maafkan saya, Bun ... sebab saya pikir, ini merupakan hal urgent, khususnya tentang Dik Melani!"

"Baik, mari kita duduk di sini. Silakan Nak Bagus. Bagaimana? Saya siap mendengarkannya!"

"Iya, Bun. Menurut hemat saya, sebaiknya kita ke sekolah Melani untuk melapor ke BK agar beliau-beliau mengerti bagaimana kondisi yang melanda Lani saat ini!"

"Oh, begitu. Apakah tidak melanggar privasi Lani? Apakah dia justru tidak merasa malu kalau kita melaporkan kepada pihak sekolah? Bagaimana?"

"Tidak, Bun. Justru saya yakin, beliau-beliau akan senang sehingga bisa mengambil keputusan secara tepat. Justru kasihan kalau Lani tidak dilindungi. Sebagai korban bullying, Lani berhak mendapatkan perlindungan. Sementara, para pem-bully pun harus diberi pelajaran. Setidaknya, ada masukan demi keadilan dan pembelajaran bagi semuanya."

"Oh, begitu. Baiklah. Karena Nak Bagus yang mengetahui permasalahannya, bagaimana kalau nanti Bunda hanya sebagai pendengar saja? Nak Bagus yang akan membeberkan permasalahannya secara mendetail!"

"Siap, Bunda! Bagaimana kalau pagi ini saja, senyampang saya sedang off. Kalau ditunda, takutnya makin menjadi-jadi ulah si pem-bully!"

"Baiklah, mari. Saya siap-siap sebentar, sekitar sepuluh menit. Oh, iya, apakah Pak Iman sudah datang? Biarlah kita minta tolong diantar oleh beliau!"

"Oh, kalau Bunda tidak keberatan, bisa sama saya juga."

"Jangan. Lebih baik dengan Pak Iman. Nah, itu ... kayaknya ada suara mobil?"

"Oh, iya. Pas. Saya akan meminta beliau untuk mengantar kita balik ke sekolah Dik Lani, ya Bun!"

"Iya, baik! Saya juga siap-siap!"

***

Sekolah tempat lani belajar berada agak jauh ke arah luar kota. Sekolah negeri itu lumayan bagus. Gedungnya berlantai tiga. Halamannya cukup luas dengan dihiasi tanaman keras sebagai peneduh. Karena itu, suasana cukup tenang dan teduh oleh rimbunnya dedaunan.

Ada juga taman yang lumayan terawat. Tampak beberapa petugas kebersihan sedang menunaikan tugas. Disongsong petugas security, kehadiran Bagus dan Bunda diinterogasi keperluan hadir di sekolah. Setelah  dijelaskan, kedua tamu diberi name tag tamu dan diantar ke ruang BK yang berada tidak jauh dari ruang Kepala Sekolah. Penataan yang sangat sempurna sehingga para siswa tidak tahu-menahu tamu-tamu yang datang dan pergi di ruangan itu. Ruang-ruang kelas berada di gedung agak jauh di belakang.

Bagus dan bunda segera diterima oleh petugas piket sekaligus petugas BK. Setelah melaporkan permasalahan yang diderita oleh Melani, petugas berterima kasih. Tanpa informasi mendetail sebagaimana yang dijelaskan Bagus, pihak sekolah tidak tahu-menahu adanya bullying yang ditujukan kepada salah seorang siswa.

Petugas berjanji akan meredam peristiwa tersebut dengan melakukan penyelidikan dan pemanggilan terhadap siswa di kelas Lani.

"Agar putri kami nyaman, mohon kiranya masalah ini tidak dibesar-besarkan dan jangan sampai ia tahu kalau kami berdua hadir di sekolah untuk mengabarkan hal ini, ya Pak!" pinta bunda kepada petugas guru BK.

"Siap, Bu. Kami tidak akan gegabah. Namun, kami berjanji akan menyelesaikan perlahan-lahan dan bertahap," janjinya.

"Iya, Pak. Kami takut kalau-kalau masalah ini mengganggu mental putri kami. Mohon pengertiannya, ya, Pak!"

"Siap, Ibu. Jangan khawatir. Kami berjanji akan menanganinya secara profesional dengan penuh kehati-hatian!"

"Terima kasih, Pak. jika sudah cukup, kami akan segera mohon diri. Jangan sampai putri kami mengetahui kehadiran kami ini."

"Monggo, Bu. Terima kasih atas kehadiran dan kepedulian Ibu dan Mas untuk kebaikan siswa-siswi kami. Semoga putri Ibu sanggup memikul beban dengan lebih bijaksana."

"Amin."

***

Dalam perjalanan Bunda dan Bagus memperbincangkan agenda yang harus dilakukan oleh Melani agar perhatiannya tidak terfokus pada permasalahan yang dihadapinya.

"Kayaknya kita perlu tahu kesukaan Melani, Bunda. Kalau saran saya, Lani bisa diikutkan les, misalnya piano, bahasa inggris, speaking, modeling, gitu-gitu sesuai minat dan bakatnya!"

"Hmm ... iya, ya. Ddengan mengikuti les yang disukai, Bunda rasa konsentrasinya bukan lagi ke arah penderitaan, melainkan pada usaha mempelajari hal-hal baru. Lalu, mungkin ... jangkauan pertemanannya pun kian luas sehingga tidak hanya berkutat dengan teman pergaulan yang menjadi toxid itu. Benar, kan?"

"Nah, sepemahaman Bunda. Bagus pikir ia harus keluar dari lingkar pertemanan yang membuatnya sakit dan pedih itu!"

"Nah, tugas Nak Bagus berikutnya adalah ... mengorek apa yang diinginkan sebagai langkah untuk menghindari hal menyakitkan itu. Nanti Bunda juga pelan-pelan akan masuk ke dalam kehidupannya. Bagaimana? Apa Nak Bagus siap membantu Lani dan Bunda?"

"Siap, Bun! Bagus juga ingin melanjutkan ke Universitas Terbuka, mengambil jurusan psikologi! Tujuannya agar Bagus tahu ilmu psikologi lebih dalam sehingga bisa membantu adik-adik remaja keluar dari kasus mereka!"

"Wuahhh ... good idea! Lah, apa tugasmu di FK tidak berat, kok mau ambil jurusan lain?"

"Saya kira kalau di UT, bisa diakali, Bunda."

"Syukurlah, semoga sukses. Bantuan Nak Bagus ini luar biasa bagi Bunda dan keluarga. Balasan kami hanya mendoakanmu, kiranya Allah memberkatimu, amin."

"Amin. Doa itulah yang sangat Bagus perlukan, Bun!"

***

Mohon masukan dan saran jika sekiranya pembaca berkenan dengan cerita yang hendak saya ajukan menjadi buku solo ini. Terima kasih. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun