"Oh, maafkan saya, Bun ... sebab saya pikir, ini merupakan hal urgent, khususnya tentang Dik Melani!"
"Baik, mari kita duduk di sini. Silakan Nak Bagus. Bagaimana? Saya siap mendengarkannya!"
"Iya, Bun. Menurut hemat saya, sebaiknya kita ke sekolah Melani untuk melapor ke BK agar beliau-beliau mengerti bagaimana kondisi yang melanda Lani saat ini!"
"Oh, begitu. Apakah tidak melanggar privasi Lani? Apakah dia justru tidak merasa malu kalau kita melaporkan kepada pihak sekolah? Bagaimana?"
"Tidak, Bun. Justru saya yakin, beliau-beliau akan senang sehingga bisa mengambil keputusan secara tepat. Justru kasihan kalau Lani tidak dilindungi. Sebagai korban bullying, Lani berhak mendapatkan perlindungan. Sementara, para pem-bully pun harus diberi pelajaran. Setidaknya, ada masukan demi keadilan dan pembelajaran bagi semuanya."
"Oh, begitu. Baiklah. Karena Nak Bagus yang mengetahui permasalahannya, bagaimana kalau nanti Bunda hanya sebagai pendengar saja? Nak Bagus yang akan membeberkan permasalahannya secara mendetail!"
"Siap, Bunda! Bagaimana kalau pagi ini saja, senyampang saya sedang off. Kalau ditunda, takutnya makin menjadi-jadi ulah si pem-bully!"
"Baiklah, mari. Saya siap-siap sebentar, sekitar sepuluh menit. Oh, iya, apakah Pak Iman sudah datang? Biarlah kita minta tolong diantar oleh beliau!"
"Oh, kalau Bunda tidak keberatan, bisa sama saya juga."
"Jangan. Lebih baik dengan Pak Iman. Nah, itu ... kayaknya ada suara mobil?"
"Oh, iya. Pas. Saya akan meminta beliau untuk mengantar kita balik ke sekolah Dik Lani, ya Bun!"